
PENGERTIAN TES dan MACAM-MACAM BENTUK TES
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Penilaian Pembelajaran Matematika
Diasuh oleh : Dra. Agni Danaryanti, M.Pd/Asdini Sari, S.Pd. M.Pd
Oleh :
Kelompok 8
Hujjah Hanifa NIM.
A1C114023
Rahmawati NIM.
A1C114046
Rasmita NIM.
A1C114049
PROGRAM STUDI
PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN
MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN
DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG
MANGKURAT
APRIL 2016
Pengertian
Tes dan Macam-Macam Bentuk Tes
1. Definisi
Tes
Tes secara harfiah berasal dari bahasa
Prancis kuno “testum” artinya piring untuk menyisihkan logam-logam mulia. Tes
adalah serangkaian pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk
mengukur keterampilan, pengetahuan, kecerdasan, kemampuan, atau bakat yang
dimiliki oleh sesesorang atau kelompok. Tes dapat didefinisikan sebagai suatu
pertanyaan atau tugas atau seperangkat tugas yang direncanakan untuk memperoleh
informasi tentang atribut pendidikan yang setiap butir pertanyaan atau tugas
tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar (Zainul dan
Nasoetion, 1993). Dari pengertian tersebut, maka setiap tes menuntut keharusan
adanya respon dari subyek (orang yang dites) yang dapat disimpulkan sebagai
suatu trait yang dimiliki oleh subyek yang sedang dicari informasinya. Dilihat
dari wujud fisik, tes merupakan sekumpulan pertanyaan yang harus dijawab
dan/atau tugas yang harus dikerjakan yang nantinya akan memberikan informasi
mengenai aspek psikologis tertentu berdasarkan jawaban tertentu terhadap
pertanyaan-pertanyaan atau cara dan hasil subjek dalam melakukan tugas-tugas
tersebut (Azwar, 1996).
Tes sebagai alat penilaian dapat
diartikan sebagai pertanyaan-pertanyaan yang diberikan kepada siswa untuk
mendapat jawaban dari siswa dalam bentuk lisan (tes lisan), dalam bentuk
tulisan (tes tulisan), atau dalam bentuk perbuatan (tes tindakan). Pada umumnya
tes digunakan untuk mengukur dan menilai hasil belajar siswa, terutama hasil
belajar kognitif yang berkenaan dengan penguasaan bahan pengajaran sesuai
dengan tujuan pendidikan dan pengajaran (Sudjana, 1989). Berdasarkan beberapa
pengertian tes maka dapat diambil beberapa kesimpulan mengenai tes yaitu
sebagai berikut:
a. Tes
adalah prosedur yang sistematik, maksudnya item-item dalam tes disusun menurut
cara dan aturan tertentu, prosedur administrasi tes dan pemberian angka
terhadap hasilnya harus jelas dan dispesifikasi secara terperinci, dan setiap
orang yang mengambil tes harus mendapat item-item yang sama dalam kondisi yang
sebanding.
b. Tes
berisi sampel prilaku, meksudnya seluruh item dalam tes tidak akan mencakup
seluruh materi isi yang mungkin ditanyakan sehingga harus dipilih beberapa item
yang akan ditanyakan, dan kelayakan suatu tes tergantung pada sejumlah
item-item dalam tes tersebut yang mewakili secara representatif kawasan prilaku
yang diukur.
c. Tes mengukur perilaku, item-item dalam tes
hendaknya menunjukan apa yang diketahui atau apa yang dipelajari subjek dengan
cara menjawab pertanyaan-pertanyaan atau mengerjakan tugas-tugas di dalam tes
tersebut.
Berdasarkan definisi tersebut, dapat
dijelaskan bahwa tes merupakan alat ukur yang berbentuk pertanyaan atau
latihan, dipergunakan untuk mengukur kemampuan yang ada pada seseorang atau
sekelompok orang. Sebagai alat ukur dalam bentuk pertanyaan, maka tes harus
dapat memberikan informasi mengenai pengetahuan dan kemampuan obyek yang
diukur. Sedangkan sebagai alat ukur berupa latihan, maka tes harus dapat
mengungkap keterampilan dan bakat seseorang atau sekelompok orang.Tes merupakan
alat ukur yang standar dan obyektif sehingga dapat digunakan secara meluas
untuk mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu.
Dengan demikian berarti sudah dapat dipastikan akan mampu memberikan informasi
yang tepat dan obyektif tentang obyek yang hendak diukur baik berupa psikis
maupun tingkah lakunya, sekaligus dapat membandingkan antara seseorang dengan
orang lain.
Jadi dapat disimpulkan bahwa tes adalah
suatu cara atau alat untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu tugas atau
serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa atau sekelompok siswa
sehingga menghasilkan nilai tentang tingkah laku atau prestasi siswa tersebut.
Prestasi atau tingkah laku tersebut dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan
intruksional pembelajaran atau tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi
yang telah diberikan dalam proses pembelajaran, dan dapat pula menunjukkan
kedudukan siswa yang bersangkutan dalam kelompoknya.
2. Fungsi
tes
a. Untuk
mengukur tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi atau tingkat pencapaian
terhadap seperangkat tujuan tertentu. Fungsi ini lebih dititikberatkan untuk
mengukur keberhasilan program pembelajaran.
b. Untuk
menentukan kedudukan atau peringkat siswa dalam kelompok, tentang penguasaan
materi atau pencapaian tujuan pembelajaran tertentu. Fungsi ini lebih lebih
dititikberatkan untuk mengukur keberhasilan belajar masing-masing individu
peserta tes.
3. Dasar-dasar
Penyusunan Tes
a. Tes
hasil belajar harus dapat mengukur apa-apa yang dipelajari dalam proses belajar
mengajar sesuai dengan tujuan instruksional yang tercantum di dalam kurikulum
yang berlaku.
b. Tes
hasil belajar disusun sedemikian rupa sehingga benar-benar mewakili bahan yang
telah dipelajari.
c. Pertanyaan
tes hasil belajar hendaknya disesuaikan dengan aspek-aspek tingkat belajar yang
diharapkan.
d. Tes
hasil belajar hendaknya disusun sesuai dengan tujuan penggunaan tes itu
sendiri, karena tes dapat disusun untuk keperluan pre tes dan post tes, masteri
tes, tes diagnostik, tes prestasi, tes formatif, dan sumatif.
e. Tes
hasil belajar disesuaikan dengan pendekatan pengukuran yang dianut apakah
mengacu pada kelompok (norm reference, standar relatif) ataukah mengacu pada
patokan tertentu (creterion reference, standar mutlak).
f. Tes
hasil belajar hendaknya dapat digunakan untuk memperbaiki proses belajar
mengajar.
4. Ciri-ciri
Tes yang Baik
Tes yang baik adalah tes yang dapat
mengukur hasil belajar siswa dengan tepat. Untuk dapat menghasilkan tes yang
seperti itu maka tes tersebut harus dibuat melalui perencanaan yang baik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam membuat perencanaan tes yang baik adalah:
a. Tentukan
tujuan pembelajaran yang ingin diukur.
b. Pilih
pokok Pilih pokok bahasan dan sub-pokok bahasan yang relevan untuk mencapai
tujuan tersebut.
c. Tentukan
proses berpikir yang ingin diukur.
d. Tentukan
jenis tes yang tepat digunakan untuk mengukur tujuan pembelajaran tersebut.
e. Tentukan
tingkat kesukaran butir soal yang akan dibuat.
Selain itu, sebuah test dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi kriteria, yaitu memiliki validitas, reliabilitas, objektivitas, praktikabilitas dan ekonomis
Selain itu, sebuah test dapat dikatakan baik sebagai alat pengukur harus memenuhi kriteria, yaitu memiliki validitas, reliabilitas, objektivitas, praktikabilitas dan ekonomis
·
Validitas
Sebuah
alat pengukur dapat dikatakan valid apabila alat pengukur tersebut dapat
mengukur apa yang hendak diukur secara tepat. Demikian pula dalam alat-alat
evaluasi. Suatu tes dapat dikatakan memiliki validitas yang tinggi apabila tes
itu tersebut betul-betul dapat mengukur hasil belajar. Jadi bukan sekedar
mengukur daya ingatan atau kemampuan bahasa saja misalnya.
Untuk lebih mendukung memahami pengertian tersebut selanjutnya akan diuraikan beberapa macam kriteria validitas, yaitu:
Untuk lebih mendukung memahami pengertian tersebut selanjutnya akan diuraikan beberapa macam kriteria validitas, yaitu:
i.
Content validity
(validitas isi)
Pengujian jenis validitas ini dilakukan
secara logis dan rasional karena itu disebut juga rational validity atau
logical validity. Batasan content validity ini menggambarkan sejauhmana tes
mampu mengukur materi pelajaran yang telah diberikan secara representatif dan
sejauh mana pula tes dapat mengukur sampel yang representatif dari
perubahan-perubahan perilaku yang diharapkan terjadi pada diri siswa. Dengan
demikian suatu tes hasil belajar disebut memiliki validitas tinggi secara
content, bila tes tersebut sudah dapat mengukur sampel yang representatif dari
materi pelajaran (subject matter) yang diberikan, dan perubahan-perubahan
perilaku (behavioral changes) yang diharapkan terjadi pada diri siswa. Misalnya
apabila kita ingin memberikan tes matematika untuk kelas II, maka item-itemnya
harus diambil dari bahan pelajaran kelas II. Kalau diambilnya dari kelas III
maka tes itu tidak valid lagi.
ii.
Predictive validity (validitas
ramalan)
Validitas ramalan artinya ketepatan
(kejituan) suatu alat pengukur ditinjau dari kemampuan tes tersebut untuk
meramalkan prestasi yang dicapainya kemudian. Suatu tes hasil belajar dapat
dikatakan mempunyai validitas ramalan yang tinggi, apabila hasil yang dicapai
siswa dalam tes tersebut betul-betul meramalkan sukses tidaknya siswa tersebut
dakam pelajaran-pelajaran yang akan datang. Cara yang digunakan untuk mengukur
tinggi rendahnya validitas ramalan ialah dengan mencari korelasi antara nilai-nilai
yang dicapai oleh anak-anak dalam tes tersebut dengan nilai-nilai yang dicapai
kemudian.
iii.
Concurent validity
(Validitas bandingan)
Kejituan suatu tes dilihat dari
korelasinya terhadap kecakapan yang telah dimiliki saat kini secara riil. Cara
yang digunakan untuk menilai validitas bandingan ialah dengan jalan
mengkorelasikan hasil-hasil yang dicapai dalam tes tersebut dengan hasil-hasil
yang dicapai dalam tes yang sejenis yang telah diketahui mempunyai validitas
yang tinggi (misalnya tes standar).
iv.
Construct validity
(validitas konstruk/susunan teori)
Yaitu ketepatan suatu tes ditinjau dari
susunan tes tersebut. Misalnya kalau kita ingin memberikan tes kecakapan ilmu
pasti, kita harus membuat soal yang ringkas dan jelas yang benar-benar akan
mengukur kecakapan ilmu pasti, bukan mengukur kemampuan bahasa karena soal itu
ditulis secara berkepanjangan dengan bahasa yang sulit dimengerti.
·
Reliabilitas
Reliabilitas berasal dari kata reliable
yang berarti dapat dipercaya. sebuah tes dikatakan reliable apabila hasil-hasil
tes tersebut menunjukan ketetapan, atau konsisten, artinya jika kepada para siswa diberikan tes yang
sama pada waktu yang berlainan, maka setiap siswa akan tetap berada dalam
urutan (ranking) yang sama dalam kelompoknya. Cara mencari reliabilitas
i.
Tekhnik berulang
Tehnik ini adalah dengan memberikan tes
tersebut kepada sekelompok anak-anak dalam dua kesempatan yang berlainan.
misalnya suatu tes diberikan pada kepada group A. selang 3 hari atau seminggu
tes tes tersebut diberikan lagi kepada group A dengan syarat-syarat tertentu.
ii.
Tekhnik bentuk paralel
Teknik ini menggunakan dua buah tes yang
sejenis (tetapi tidak identik), mengenai isinya; proses mental yang diukur,
tingkat kesukaran jumlah item dan aspek-aspek lain.
iii.
Tekhnik belah dua
Ada dua prosedur yang
dapat digunakan dalam tes belah dua ini yaitu:
1) Prosedur
ganjil-genap: artinya seluruh item yang bernomor ganjil dikumpulkan menjadi
satu kelompok dan yang bernomor genap menjadi kelompok yang lain.
2) Prosedur
random: misalnya dengan jalan lotre, atau dengan jalan menggunakan tabel
bilangan random.
·
Objektivitas
Sebuah tes dikatakan memiliki
objektivitas apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor subyektif yang
mempengaruhi. Hal ini terutama pada sistem skoringnya, apabila dikaitkan dengan
reliabilitas maka obyektivitas menekankan ketetapan pada sistem skoring,
sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan dalam hasil tes. Ada dua faktor
yang mempengaruhi subjektivitas dari sesuatu tes yaitu bentuk tes dan
penilaian.
·
Praktikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas
yang tinggi apabila tes itu bersifat praktis, mudah untuk
pengadministrasiannya. Tes yang praktis adalah tes yang:
i.
Mudah melaksanakannya:
misalnya tidak menuntut peralatan yang banyak dan memberi kebebasan kepada
siswa untuk mengerjakan terlebih dahulu bagian yang dianggap mudah oleh siswa.
ii.
Mudah memeriksanya: tes
itu dilengkapi dengan kunci jawaban maupun pedoman skoringnya. Untuk soal yang
obyektif, pemeriksaan akan lebih mudah dilakukan jika dikerjakan oleh siswa
dalam lembar jawaban.
iii.
Dilengkapi dengan
petunjuk-petunjuk yang jelas.
·
Ekonomis
Yang dimaksud dengan ekonomis ialah
bahwa pelaksanaan tes tersebut tidak membutuhkan ongkos/biaya yang mahal,
tenaga yang banyak dan waktu yang lama, baik untuk memproduksinya maupun untuk
melaksanakan dan mengolah hasilnya.
Dengan mempertimbangkan kriteria-kriteria
tes tersebut, sewajarnya dapat dihasilkan alat tes (soal-soal) yang berkualitas
yang memenuhi syarat-syarat dibawah ini:
a. Sahih
(valid), yaitu mengukur yang harus diukur, sesuai dengan tujuan
b. Relevan,
dalam arti yang diuji sesuai dengan tujuan yang diinginkan
c. Spesifik,
soal yang hanya dapat dijawab oleh peserta didik yang betul-betul belajar
dengan rajin
d. Tidak
mengandung ketaksaan (tafsiran ganda), harus ada patokan, tugas ditulis
konkret. Apa yang harus diminta harus dijawab berapa lengkap.
e. Representatif, soal mewakili materi ajar
secara keseluruhan.
f. Seimbang,
dalam arti pokok-pokok yang penting diwakili, dan yang tidak penting tidak
selalu perlu.
5. Jenis-jenis
tes
a. Tes
menurut tujuannya
i.
Tes kecepatan (Speed
Test)
Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi
peserta tes dalam hal kecepatan berpikir atau keterampilan, baik yang bersifat
spontanitas (logik) maupun hafalan dan pemahaman dalam mata pelajaan yang telah
dipelajarinya. Waktu yang disediakan untuk menjawab atau menyelesaikan seluruh
materi tes ini relatif singkat dibandingkan dengan tes lainnya, sebab yang
lebih diutamakan adalah waktu yang minimal dan dapat mengerjakan tes itu
sebanyak-banyaknya dengan baik dan benar, cepat dan tepat penyelesaiannya. Tes
yang termasuk kategori tes kecepatan misalnya tes intelegensi, dan tes
ketrampilan bongkar pasang suatu alat.
ii.
Tes kemampuan (Power
Test)
Tes ini bertujuan untuk mengevaluasi
peserta tes dalam mengungkapkan kemampuannya (dalam bidang tertentu) dengan
tidak dibatasi secara ketat oleh waktu yang disediakan. Kemampuan yang
dievaluasi bisa berupa kognitif maupun psikomotorik. Soal-soal biasanya relatif
sukar menyangkut berbagai konsep dan pemecahan masalah dan menuntut peserta tes
untuk mencurahkan segala kemampuannya baik analisis, sintesis dan evaluasi.
iii.
Tes hasil belajar
(Achievement Test)
Tes ini dimaksudkan untuk mengevaluasi
hal yang telah diperoleh dalam suatu kegiatan. Tes Hasil Belajar (THB), baik
itu tes harian (formatif) maupun tes akhir semester (sumatif) bertujuan untuk
mengevaluasi hasil belajar setelah mengikuti kegiatan pembelajaran dalam suatu
kurun waktu tertentu. Makalah ini akan lebih banyak memberikan penekanan pada
tes hasil belajar ini.
iv.
Tes kemajuan belajar (
Gains/Achievement Test)
Tes kemajuan belajar disebut juga dengan
tes perolehan adalah tes untuk mengetahui kondisi awal peserta tes sebelum
pembelajaran dan kondisi akhir peserta tes setelah pembelajaran. Untuk
mengetahui kondisi awal peserta tes digunakan pre-tes dan kondisi akhir peserta
tes digunakan post-tes.
v.
Tes diagnostik
(Diagnostic Test)
Tes diagnostik adalah tes yang
dilaksanakan untuk mendiagnosis atau mengidentifikasi kesukaran-kesukaran dalam
belajar, mendeteksi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kesukaran
belajar, dan menetapkan cara mengatasi kesukaran atau kesulitan belajar
tersebut.
vi.
Tes formatif
Tes formatif adalah penggunaan tes hasil
belajar untuk mengetahui sejauh mana kemajuan belajar yang telah dicapai oleh
siswa dalam suatu program pembelajaran tertentu.
vii.
Tes sumatif
Istilah sumatif berasal dari kata “sum”
yang berarti jumlah. Dengan demikian tes sumatif berarti tes yang ditujukan
untuk mengetahui penguasaan siswa dalam sekumpulan materi pelajaran (pokok
bahasan) yang telah dipelajari.
b. Tes
menurut bentuknya
i.
Tes uraian
1) Pengertian
tes uraian
Tes uraian (essay examination) merupakan
alat penilaian hasil belajar paling tua. Tes uraian ini secara umum adalah
pertanyaan yang menuntut siswa menjawabnya dalam bentuk menguraikan,
menjelaskan, mendiskusikan, membandingkan, memberikan alasan, dan bentuk lain
yang sejenis sesuai dengan tuntutan pertanyaan dengan menggunakan kata-kata dan
bahasa sendiri (Dalam hal ini tes menunutut kemampuan siswa dalam hal
mengekspresikan gagasannya melalui bahasa tulisan. Namun demikian, sejak tahun
1960-an bentuk tes tersebut banyak ditinggalkan orang karena munculnya bentuk
tes objektif. Sampai saat ini tes objektif sangat populer dan digunakan oleh
hampir semua guru mulai tingkat SD sampai perguruan tinggi. Ditengah maraknya
pengguanaan tes objektif, ada semacam kecenderungan dari pendidik untuk kembali
menggunakan bentuk tes uraian sebagai alat penilaian hasil belajar. Hal ini
disebabkan karena adanya gejala menurunnya hasil belajar atau kualitas
pendidikan, lemahnya para siswa (peserta didik) dalam menggunakan berbagai
bahasa tulisan sebagai akibat dari penggunaan tes objektif, kurangnya daya
analisis dari siswa/peserta didik karena terbiasa menggunakan dengan tes
objektif yang memungkinkan siswa main tebak jawaban saat mengalami kesulitan
dalam menjawab pertanyaan. Kasus seperti ini sering kita jumpai terutama dalam
perguruan tinggi. Penggunaan tes uraian kembali khususnya di tingkat perguruan
tinggi, diharapkan dapat meningkatkan kembali kualitas pendidikan, khususnya di
perguruan tinggi.
Kelebihan tes uraian:
a) Dapat
mengukur proses mental yang tinggi atau aspek kognitif tingkat tinggi.
b) Dapat
mengembangkan kemampuan berbahasa, baik lisan maupun tulisan, dengan baik dan
benar sesuai dengan kaidah-kaidah bahasa.
c) Dapat melatih kemampuan berpikir teratur atau
penalaran, yakni berpikir logis, analitis, dan sistematis.
d) Mengembangkan
keterampilan pemecahan masalah (problem solving).
e) Adanya
keuntungan teknis seperti mudah membuat soalnya sehingga tanpa memakan waktu
yang lama, guru dapat secara langsung melihat proses berpikir siswa.
Kelemahan
tes uraian:
a) Sampel
tes sangat terbatas sebab dengan tes ini tidak mungkin dapat menguji semua
bahan yang telah diberikan, tidak seperti pada tes objektif yang dapat
menanyakan semua hal melalui sejumlah pertanyaan.
b) Sifatnya sangat subjektif, baik dalam
halmenanyakan, dalam membuat pertanyaan, maupun dalam cara memeriksanya.
c) Tes
ini biasanya kurang reliabel, mengungkap aspek yang terbatas, pemeriksannya
memerlukan waktu lama sehingga tidak praktis bagi kelas dengan jumlah siswa
yang banyak.
2) Jenis-jenis
tes uraian
a) Uraian
bebas (free essay)
Dalam uraian bebas jawaban siswa tidak
dibatasi, bergantung dari pandangan siswa itu sendiri, karena isi pertanyaan
dari tes uraian bebas bersifat umum.Dilihat dari karakteristiknya pertanyan
bentuk uraian bebas ini tepat digunakan apabila bertujuan khusus:
i)
Mengungkapkan pandangan
siswa terhadap suatu masalah sehingga dapat diketahui secara luas.
ii)
Mengupas suatu
persoalan yang kemungkinan jawabannya beranekaragam sehingga tidak ada satupun
jawaban yang pasti.
iii)
Mengembangkan daya
analisis siswa dalam melihat suatu persoalan dari berbagai segi atau
dimensinya.
Kelemahan dari tes uraian bebas ini
adalah sukar menilainya karena jawaban siswa bisa bervariasi, sulit dalam
menentukan kriteria penilaian, sangat subjektif karena bergantung pada guru
sebagai penilainya
b) Uraian
terbatas dan uraian
Dalam tes uraian terbatas, pertanyaan
lebih diarahkan ke dalam hal-hal tertentu atau ada pembatasan tertentu.
Pembatasan tersebut bisa dari segi: ruang lingkupnya, sudut pandang
menjawabnya, dan indikator-indikatornya.
Sedikitnya materi yang ditanyakan untuk
satu waktu ujian dapat diatasi dengan tidak menggunakan tes uraian terbuka
tetapi menggunakan tes uraian terbatas. Penggunaan tes uraian terbatas ini
sekaligus akan dapat mengurangi unsur subjektivitas dalam pemeriksaan karena
dengan tes uraian terbatas maka jawaban siswa sudah lebih terarah pada apa yang
dikehendaki oleh penulis butir soal.
Selain bentuk tes uraian bebas dan uraian terbatas, juga terdapat bentuk tes uraian berstruktur. Soal berstruktur dipandang sebagai bentuk antara soal-soal objektif dan soal-soal esai. Soal berstruktur merupakan serangkaian soal jawban singkat sekalipun bersifat terbuka dan bebas menjawabnya. Dalam soal-soal berstruktur terdapat unsur-unsur: pengantar soal, seperangkat data, dan serangkaian sub-soal.
Selain bentuk tes uraian bebas dan uraian terbatas, juga terdapat bentuk tes uraian berstruktur. Soal berstruktur dipandang sebagai bentuk antara soal-soal objektif dan soal-soal esai. Soal berstruktur merupakan serangkaian soal jawban singkat sekalipun bersifat terbuka dan bebas menjawabnya. Dalam soal-soal berstruktur terdapat unsur-unsur: pengantar soal, seperangkat data, dan serangkaian sub-soal.
Bentuk soal berstruktur dapat digunakan
untuk mengukur semua aspek kognitif seperti ingatan, pemahaman, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Tingkat kesulitan dari soal dapat ditentukan
sedemikian rupa dari soal yang mudah menuju soal yang sukar. Kelemahan yang
mungkin terdapat dalan soal uaraian berstruktur tersebut adalah bidang yang
diujikan menjadi terbatas dan kurang praktis sebab satu permasalahan harus dirumuskan
dalam pemaparan yang lengkap disertai data yang memadai.
c) Menyusun
tes bentuk uraian
Tes uraian hendaknya digunakan untuk
mengukur hasil belajar yang kurang tepat atau tidak dapat diukur dengan tes
objektif. Jangan gunakan tes uraian hanya untuk mengukur proses berpikir rendah
tetapi gunakan tes uraian untuk mengukur hasil belajar yang kompleks. Tes
uraian terbuka tepat digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam
menghasilkan, mengorganisasi, dan mengekspresikan ide, mengintegrasikan
pelajaran dalam berbagai bidang, membuat desain eksperimen, mengevaluasi
manfaat suatu ide, dan sebagainya. Sedangkan tes uraian terbatas tepat
digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam menjelaskan hubungan sebab
akibat, menerapkan suatu prinsip atau teori, memberikan alasan yang relevan,
merumuskan hipotesis, membuat kesimpulan yang tepat, menjelaskan suatu
prosedur, dan sebagainya. Supaya diperoleh soal-soal bentuk uraian yang
dikatakan memadai sebagai alat penilaian hasil belajar hendaknya memperhatikan
beberapa hal sebagai berikut:
i)
Dari segi isi yang
diukur
Segi yang hendak diukur hendaknya
ditentukan secara jelas abilitasnya, misalnya pemahaman konsep, aplikasi suatu
konsep, analisis suatu permasalahan, dan aspek kognitif lainnya. Dengan
kejelasan apa yang akan diungkap maka soal atau pertanyaan yang dibuat hendaknya
mengungkapkan kemampuan siswa dalam abilitas tertentu. Kemudian pilihlah materi
yang sesuai dengan kurikulum atau silabusnya, pilihlah materi yang menjadi inti
persoalan dan menjadi dasar untuk penguasaan materi lainnya sehingga tidak
semua materi perlu ditanyakan. Dengan demikian, bila siswa telah memahami
konsep dari materi tersebut maka secara tidak langsung siswa akan memahami
aspek-aspek lain yang berkaitan dengan materi tersebut.
ii)
Dari segi bahasa
Menggunakan bahasa yang baik dan benar
sehingga mudah dimengerti makna yang terkandung dalam tiap pertanyaan.
Bahasanya sederhana, singkat dan jelas apa yang menjadi inti pertanyaan.
iii)
Dari segi tekhnis
penyajian soal
Soal-soal (pertanyaan) yang dibuat
hendaknya tidak diulang terhadap materi yang sama walaupun abilitasnya berbeda
sehingga soal atau pertanyaan yang diajukan lebih komprehensif daripada segi
lingkup materi. Perlu juga diperhatikan masalah waktu yang diperlukan dalam
mengerjakan soal atau pertanyaan sehingga tidak ada kelebihan soal atau kekurangan
soal dalam waktu yang tersedia. Kemudian masalah pembobotan nilai haruslah
berbeda untuk soal yang tergolong mudah memiliki bobot nilai yang rendah
sedangkan untuk soal yang tergolong sulit yang memerlukan pemikiran lebih maka
diberikan bobot nilai yang lebih tinggi.
iv)
Dari segi jawaban
Setiap pertanyaan yang hendak diajukan
sebaiknya telah ditentukan jawaban yang diharapkan, minimal pokok-pokok dari
jawaban pertanyan tersebut. Dan tentukanlah skor maksimal bila pertanyaan
dijawab benar dan skor minimal bila pertanyaan dijawab salah atau kurang lengkap.
Dalam pelaksanaannya, sifat dari tes uraian adalah lebih mengutamakan kepada kekuatan (power tests) bukan kecepatan (speed tests), maka dalam pelaksanaan tes uraian perlu memperhatikan sebagai berikut:
Dalam pelaksanaannya, sifat dari tes uraian adalah lebih mengutamakan kepada kekuatan (power tests) bukan kecepatan (speed tests), maka dalam pelaksanaan tes uraian perlu memperhatikan sebagai berikut:
i)
Memberikan waktu yang
cukup kepada siswa untuk mengerjakan soal-soal atau pertanyaan dalam tes
tersebut.
ii)
Memungkinkan siswa
untuk mengerjakan soal-soal yang termudah terlebih dahulu tanpa memperhatikan
urutan dari nomor soal.
iii)
Mengawasi pengerjaan
soal-soal sehingga sehingga siswa tidak dapat bekerja sama dalam mengerjakan
soal-soal atau pertanyaan dalam tes.
iv)
Memungkinkan
sewaktu-waktu memberi siswa untuk membuka buku dalam mengerjakan soal-soal
dalam tes (open book tests).
v)
Setelah semua siswa
selesai mengerjakan dan jawaban dikumpul, sebaiknya guru menjelaskan jawaban
setiap soal sehingga para siswa mengetahuinya sebagai bahan dan untuk
memperkaya pemahaman mereka mengenai bahan atau materi pelajaran.
Selain itu juga beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam menulis tes uraian adalah
i)
Tulislah tes uraian
berdasarkan perencanaan tes (kisi-kisi) yang ada.
ii)
Gunakan tes uraian
untuk mengukur hasil belajar yang kurang tepat atau tidak dapat diukur dengan
tes objektif.
iii)
Gunakan tes uraian
terbatas untuk menambah sampel yang dapat ditanyakan dalam satu waktu ujian.
iv)
Gunakan tes uraian
untuk mengungkap pendapat, tidak hanya sekedar menyebutkan fakta. Untuk itu
gunakan kata tanya seperti: jelaskan, bandingkan, hubungkan, simpulkan,
analisislah, kelompokkanlah, formulasikan, dan lain sebagainya. Hindarkan
penggunaan kata tanya seperti sebutkan karena kata tanya seperti itu biasanya
hanya meminta siswa untuk menyebutkan fakta saja.
v)
Rumuskan butir soal
dengan jelas sehingga tidak menimbulkan salah tafsir.
vi)
Usahakan agar jumlah
butir soal dapat dikerjakan dalam waktu yang telah ditentukan.
vii)
Jangan menyediakan
sejumlah pertanyaan yang dapat dipilih oleh siswa.
viii)
Tuliskan skor maksimal
yang dapat diperoleh siswa pada setiap butir soal.Gunakan tes uraian
d) Pemeriksaan,
skoring, skoring, dan penilaian tes uraian
Ada dua cara dalam memeriksa jawaban
soal uraian. Cara pertama ialah diperiksa seorang demi seorang untuk semua
soal, kemudian diberi skor. Cara kedua ialah diperiksa nomor demi nomor untuk
setiap siswa, maksudnya diperiksa terlebih dahulu nomor satu untuk semua siswa
kemudian diberi skor, kemudian soal nomor dua dan seterusnya. Kemudian dalam
penskoran dapat digunakan berbagai bentuk, misalnya skala 1-4, skala 1-10, atau
1-100. namun skala yang lebih umum digunakan adalah skala 1-4 atau 1-10,
sehingga guru tidak langsung memberi nilai nol (0) untuk jawaban yang salah.
Setelah menulis butir soal, diwajibkan
untuk membuat pedoman penskoran sebagai berikut:
i)
Apa jawaban terbaik dari pertanyaan tersebut? Jika ada
jawaban lain maka jawaban tersebut harus ditulis.
ii)
Tandai butir, kata
kunci atau konsep penting yang harus muncul pada jawaban tersebut.
iii)
Adakah butir, kata
kunci atau konsep yang lebih penting dari yang lain?
iv)
Beri skor pada setiap
butir, kata kunci, atau konsep yang harus muncul pada jawaban tersebut.
v)
Butir, kata kunci, atau
konsep yang lebih penting dapat diberi skor lebih dari yang lain.
Dalam menilai kebenaran jawaban
soal-soal bentuk uraian dipertimbangkan beberapa aspek, di antaranya kebenaran
isi sesuai dengan kaidah-kaidah meteri yang ditanyakan, sistematika atau urutan
logis dari kerangka berpikirnya yang dilihat dari penyajian gagasan jawaban,
dan bahasa yang digunakan dalam mengekspresikan buah pikirannya. Sistem
penilaian yang digunakan dalam soal-soal uraian pada dasarnya sama dengan
sistem penilaian soal bentuk lainnya, yaitu dapat menggunakan penilaian acuan
norma dan atau penilaian acuan patokan (Sudjana, 1989).
Setelah mengkaji hakikat dari soal
bentuk uraian yang baik yang berkenaan dengan keunggulan maupun kelemahan,
kiranya cukup bijaksana apabila bentuk tes ini digunakan di semua tingkat
pendidikan agar kualitas pendidikan nasional lebih meningkat lagi. Kemampuan
yang diungkap melalui tes uraian tidak hanya mencakup berpikir logis tetapi
juga kemampuan berbahasa para siswa. Dimensi-dimensi tes uraian lebih luas dan
bisa mencakup semua aspek kognitif secara seimbang di samping membiasakan para
siswa belajar penuh pemahaman dan mempersiapkan diri secara matang manakala
menghadapi ulangan dan ujian-ujian yang diberikan di sekolah.
ii.
Tes objektif
1) Pengertian
tes objektif
Tes
objektif adalah tes yang berisi kemungkinan jawaban yang harus dipilih oleh
peserta tes. Kemungkinan jawaban telah dipasok oleh pengkonstruksi butir soal.
Peserta hanya harus memilih jawaban dari kemungkinan jawaban yang telah
disediakan. Dengan demikian pemeriksaan atau pensekoran jawaban peserta tes
sepenuhnya dapat dilakukan secara objektif oleh pemeriksa.
Agar tes objektif yang akan ditulis tidak
melenceng dari materi yang telah diajarkan selarna proses pernbelajaran maka
tes tersebut harus ditulis berdasarkan kisi-kisi. Kisi-kisi inilah yang harus
menjadi pedoman bagi penulis dalam menulis setiap butir soal. Ada beberapa hal
yang harus diperhatikan dalam membuat kisi-kisi antara lain:
a) Pemilihan
sampel materi yang akan diujikan. Pemilihan sampel materi harus diupayakan
serepresentatif mungkin.
b) Penentuan
jenis tes yang akan digunakan. Penentuan jenis tes yang akan digunakan apakah
akan menggunakan tes pilihan ganda, tes uraian, atau gabungan antara keduanya
harus diperhitungkan terutarna terkait dengan materi, jumlah butir soal, dan
waktu tes yang disediakan.
c) Jenjang kemampuan berpikir yang akan diujikan.
Jenjang kemampuan berpikir yang ditanyakan harus sesuai dengan jenjang
kemampuan berpikir yang dilatihkan selama proses pernbelajaran.
d) Sebaran
tingkat kesukaran. Penentuan sebaran tingkat kesukaran butir soal sebenarnya
tergantung pada interpretasi skor yang akan digunakan. Jika akan digunakan
pendekatan penilaian acuan kriteria maka sebaran tingkat kesukaran butir soal
tidak perlu dipikirkan tetapi jika akan digunakan pendekatan penilaian acuan
norma maka sebaran tingkat butir soal harus diperhatikan,
e) Waktu ujian yang disediakan. Waktu ini akan
membatasi jumlah butir soal yang akan ditanyakan.
f) Jumlah
butir soal. Jumlah butir soal yang akan ditanyakan tergantung pada waktu ujian
yang disediakan.
2) Jenis-jenis
tes objektif
a) Tes
objektif tipe benar-salah
Tes
objektif benar salah adalah tes yang terdiri dari pernyataan yang disertai
dengan alternatif jawaban yaitu menyatkan pernyataan tersebut benar atau salah,
atau keharusan memilih satu dari dua alternatif jawaban lainnya (Zainul dan
Nasoetion, 1993). Alternatif jawaban yang dimaksud dapat berupa benar salah
atau setuju tidak setuju, baik tidak baik, atau cara lain asalkan alternatif
itu mutual eksklusif.
Kelebihan
dari tes objektif benar salah adalah sebagai berikut:
i)
Mudah dikonstruksi,
maksudnya adalah bahwa untuk menulis satu tes benar salah hanya diperlukan satu
pernyataan, dimana pernyataan tersebut harus berkaitan dengan tes tersebut.
ii)
Perangkat soal dapat
mewakili seluruh perangkat pokok bahasan, ini merupakan kekuatan utama dari tes
tipe benar salah.
iii)
Mudah dalam pensekoran,
karena hanya ada dua alternatif jawaban, maka setiap butir soal (tes) hanya
mempunyai dua alternatif skor, yaitu satu untuk yang mengerjakannya secara
benar dan nol untuk yang menjawab salah.
iv)
Alat yang baik untuk
mengukur fakta dan hasilbelajar langsung terutama yang berkenaan dengan
ingatan. Tes tipe benar salah mengukur kemampuan dasar hasil belajar, yaitu
dapat membedakan kenyatan diri yang bukan kenyataan atau dari suatu yang benar
dari yang salah.
Adapun kelemahan dari tes objektif tipe
benar salah adalah sebagai berikut:
i)
Mendorong peserta siswa
tes (siswa) untuk menebak jawaban, karena probabilitas menjawab benar adalah 50
% maka tipe tes ini seakan mendorong para peserta tes untuk menebak jawaban
walaupun mereka tidak mengetahui jawaban yang benar.
ii)
Terlalu menekankan pada
ingatan, karena tes tipe ini memaksa penulis tes untuk menguji hasil belajar
langsung yang berbentuk ingatan. Kelemahan ini lebih diperburuk jika guru atau
pendidik mengkonstruksi tes yang mengambil langsung pernyataan dari buku ajar
yang digunakan.
iii)
Meminta respon peseta
didik yang berbentuk penilaian absolut. Dalam kenyataannya hasil belajar itu
bukanlah sesuatu kebenaran absolut tanpa kondisi.
Kaidah
penulisan bentuk soal benar-salah, yaitu:
i)
Hindarkan pernyataan
yang mengandung kata kadang-kadang, selalu, umumnya, sering kali, tidak ada,
tidak pernah, dan sejenisnya,
ii)
Hindarkan pengambilan
kalimat langsung dari buku pelajaran,
iii)
Hindarkan pernyataan
yang merupakan suatu pendapat yang masih bisa diperdebatkan kebenarannya,
iv)
Hindarkan penggunaan
pernyataan negatif ganda,
v)
Usahakan agar kalimat
untuk setiap soal tidak terlalu panjang, dan
vi)
susunlah
pernyataan-pernyataan benar-salah secara acak.
b) Tes
objektif tipe menjodohkan (matching)
Dalam bentuk soal menjodohkan terdiri
atas dua kelompok pernyataan yang paralel dan berada dalam satu kesatuan.
Kelompok sebelah kiri merupakan bagian yang berisi soal-soal yang harus dicari
jawabannya. Dalam bentuk sederhana, jumlah soal sama dengan jumlah jawabannya,
namun sebaiknya jumlah jawaban yang disediakan agar dibuat lebih banyak
daripada soalnya, karena hal ini dapat mengurangi kemungkinan siswa menjawab
betul dengan hanya menebak.
Bentuk
soal menjodohkan mempunyai beberapa keunggulan, yaitu:
i)
Penilaiannya dapat
dilakukan dengan cepat dan objektif,
ii)
Tepat digunakan untuk
mengukur kemampuan bagaimana mengidentifikasi antaar dua hal yang berhubungan,
dan
iii)
Dapat mengukur ruang
lingkup pokok bahasan atau subpokok bahasan yang lebih luas.
Kelemahan dari bentuk soal menjodohkan,
yaitu
i)
Hanya dapat mengukur hal-hal
yang didasarkan atas fakta dan hafalan,
ii)
Sukar untuk menentukan
materi atau pokok bahasan yang mengukur hal-hal yang berhubungan.
Kaidah dan contoh
penulisan bentuk soal menjodohkan, yaitu:
i)
Hendaknya materi yang
diajukan berasal dari hal yang sama, sehingga persoalan yang ditanyakan
bersifat homogen,
ii)
Usahakan agar
pertanyaan dan jawaban mudah dimengerti,
iii)
Jumlah jawabannya
hendaknya lebih banyak dari jumlah soal,
iv)
Gunakan simbol yang
berlainan untuk pertanyaan dan jawaban, dan
v)
Susunlah soal
menjodohkan dalam satu halaman yang sama.
c) Bentuk
soal jawaban singkat
Bentuk soal jawaban singkat merupakan
soal yang menghendaki jawaban dalam bentuk kata, bilangan, kalimat, atau simbol
dan jawabannya hanya dapat dinilai benar atau salah. Dalam bentuk soal jawaban
singkat terdapat dua bentuk, yaitu bentuk pertanyaan langsung dan bentuk
pertanyaan tidak lengkap.
Bentuk
soal jawaban singkat mempunyai beberapa keunggulan, yaitu:
i)
Menyusun soalnya relatif
mudah,
ii)
Kecil kemungkinan siswa
memberi jawaban dengan cara menebak,
iii)
Menuntut siswa untuk
dapat menjawab dengan dan tepat, dan
iv)
Hasil penilaiannya
cukup objektif.
Kelemahan dari bentuk soal jawaban
singkat, yaitu:
i)
Kurang dapat mengukur
mengukur aspek pengetahuan yang lebih tinggi,
ii)
Memerlukan waktu yang agak
lama untuk menilainya sekalipun tidak selama bentuk uraian, dan
iii)
Dapat menyulitkan
pemeriksaan apabila jawaban siswa membingungkan pemeriksa.
Selain itu, terdapat pula kaidah dan
contoh penulisan bentuk soal jawaban singkat, yaitu:
i)
Jangan mengambil atau
menggunakan ernyataan yang langsung diambil dari buku,
ii)
Pernyataan hendaknya
mengandung hanya satu kemungkinan jawaban yang dapat diterima.
d) Pilihan
Ganda (multiple choice)
Soal dalam bentul pilihan ganda adalah
bentuk tes yang mempunyai satu jawaban yang benar atau paling tepat. Dilihat
dari strukturnya, bentuk soal pilihan ganda terdiri atas:
i)
Stem: pertanyaan atau
pernyataan yang berisi permasalahan yang akan dinayatakan
ii)
Option : sejumlah
pilihan atau alternatif jawaban
iii)
Kunci : jawaban yang
paling benar atau paling tepat
iv)
Distractor :
jawaban-jawaban lain selain kunci jawaban.
Apabila dilihat konstruksinya maka tes
pilihan ganda terdiri dari dua hal pokok yaitu stem atau pokok soal dengan 4
atau 5 alternatif jawaban. Satu di antara alternatif jawaban tersebut adalah
kunci jawaban. Alternatif jawaban selain kunci disebut dengan pengecoh
(distractor). Semakin banyak alternatif jawaban yang ada (misalnya 5) maka
probabilitas menebaknya akan semakin kecil. Ada lima ragam tes pilihan ganda
yang sering digunakan yaitu: melengkapi pilihan (ragam A), hubungan antar hal
(ragam B), analisis kasus (ragam C), ganda kompleks (ragam D), dan membaca
diagram, table, atau grafik (ragam E). Bentuk soal pilihan ganda mempunyai
beberapa keunggulan, yaitu:
i)
Hasil tes dapat diolah
dengan cepat dan mempunyai ketetapan hasil pemeriksaan yang tinggi,
ii)
Dalam satu kali ujian
dapat menanyakan banyak materi yang telah diajarkan dalam proses pembelajaran.
Dengan demikian validitas isi tes dapat dipertanggungjawabkan, dan
iii)
Jika dikonstruksi
dengan baik tes objektif dapat mengukur semua jenjang proses berpikir dari yang
sederhana (ingatan) sampai dengan yang kompleks (evaluasi).
Sedangkan kelemahan dari bentuk soal
pilihan ganda, yaitu:
i)
Tes yang dibuat
cenderung mengukur proses berpikir rendah kurang dapat mengukur aspek
pengetahuan yang lebih tinggi, dan
ii)
Jika siswa tidak
mengerti akan jawaban dari suatu butir soal mereka dapat menjawab dengan cara
menebak,
iii)
Menuliskan soalnya
relatif lebih sulit dan lama
Kelemahan tersebut dapat diminimalkan
dengan cara terus berlatih untuk menulis tes objektif yang baik, sehingga
penulis benar-benar terampil dalam menulis terutama untuk menulis tes objektif
yang dapat mengukur proses berpikir yang lebih tinggi dari hanya sekedar
ingatan.
Selain itu, terdapat pula beberapa hal
harus diperhatikan dalam menulis tes pilihan ganda agar diperoleh kualitas tes
yang baik yaitu:
i)
Inti permasalahan yang
akan dipertanyakan harus dirumuskan dengan jelas pada pokok soal,
ii)
Hindari pengulangan
kata yang sama pada pokok soal,
iii)
Hindari penggunaan
kalimat yang berlebihan pada pokok soal,
iv)
Alternatif jawaban yang
dibuat harus logis, homogen, dan pengecoh menarik untuk dipilih,
v)
Dalam merumuskan pokok
soal, hindari adanya petunjuk ke arah jawaban yang benar,
vi)
Setiap butir soal hanya
mempunyai satu jawaban yang benar,
vii)
Hindari penggunaan
ungkapan negatif pada pokok soal,
viii)
Hindari
altematif-jawaban yang berbunyi semua jawaban benar atau semua jawaban salah,
ix)
Jika alternatif jawaban
berbentuk angka, urutkan mulai dari yang besar atau yang kecil,
x)
Hindari penggunaan
istilah yang terlalu teknis pada pokok soal, dan
xi)
Upayakan agar jawaban
butir soal yang satu tidak tergantung soal yang lain.
Daftar
Pustaka
Anzwar,
Saifuddin. 1987. Tes prestasi. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Sudjana, Nana. 2004. Penilaian hasil proses belajar mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Nasoetion, Noehi. Suryanto Judu dan Adi. 2000. Hakikat tes, pengukuran dan penilaian.
http://pustaka.ut.ac.id/learning.php.
Diakses hari tanggal 5 Maret 2016.
Zainul, Asmawi dan Noehi Nasoetion. 1993. Penilaian hasil belajar. Jakarta: PAU-PPAI.
---------. 2005. Ujian nasional: penilaian atau evaluasi?.
http://www.fajar.co.id. Diakses hari tanggal
31 Maret 2016.
Kesimpulan
Tes
adalah suatu cara atau alat untuk mengadakan penilaian yang berbentuk suatu
tugas atau serangkaian tugas yang harus dikerjakan oleh siswa atau sekelompok
siswa sehingga menghasilkan nilai tentang tingkah laku atau prestasi siswa
tersebut. Jenis-jenis tes diantaranya:
·
Tes menurut tujuannya
o Tes
kecepatan (Speed Test)
o Tes
kemampuan
o Tes
hasil belajar
o Tes
kemajuan belajar
o Tes
diagnostic
o Tes
formatif
o Tes
sumatif
·
Tes menurut bentuknya
o Tes
uraian
o objektif
0 komentar:
Posting Komentar