Kata Pengantar
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena
atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
“Aliran Filsafat Matematika Logisme” untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah
dan Filsafat Matematika (ABKC1607).
Makalah ini membahas tentang latar belakang aliran filsafat
matematika logisme, aliran filsafat matematika logisme, dan tokoh-tokoh aliran
filsafat matematika logisme. Diharapkan maklah ini dapat memberikan pengetahuan
kepada kita tentang Filsafat Matematika Logisme.
Meskipun
jauh dari kesempurnaan, namun makalah ini telah kami selesaikan dengan
semaksimal mungkin. Oleh karena itu, saran dari semua pihak sangatlah kami
harapkan. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada dosen
pemangampu mata kuliah Sejarah dan Filsafat Matematika (ABKC1607) atas
bimbingan dan arahannya selama pembuatan makalah ini, serta pihak-pihak yang
telah mendukung dan membantu dalam pembuatan makalah ini.
Banjarmasin, Februari 2017
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kata filsafat berasal dari kata Yunani filosofia, yang berasal dari kata kerja filosofein yang berarti mencintai kebijaksanaan. Kata tersebut juga
berasal dari kata Yunani philosophis yang
berasal dari kata kerja philein yang
berarti mencintai, atau philia yang
berarti cinta, dan shopia yang
berarti kearifan. Dari kata tersebut lahirlah kata Inggris philosophy yang biasanya diterjemahkan sebagai “cinta kearifan”.
Filsafat adalah studi tentang seluruh fenomena
kehidupan, dan pemikiran manusia
secara kritis, dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat tidak di dalami
dengan melakukan eksperimen-eksperimen, dan percobaan-percobaan, tetapi dengan
mengutarakan masalah secara persis, mencari solusi untuk itu, memberikan
argumentasi, dan alasan yang tepat untuk solusi tertentu. Akhir dari
proses-proses itu dimasukkan ke dalam sebuah proses dialektika,
itu semua mutlak diperlukan logika berpikir, dan logika bahasa.
Filsafat Matematika adalah cabang dari filsafat yang
mengkaji anggapan-anggapan filsafat, dasar-dasar, dan dampak-dampak matematika.
Tujuan dari filsafat matematika adalah untuk memberikan rekaman sifat dan
metodologi matematika dan untuk memahami kedudukan matematika di dalam
kehidupan manusia.
Dalam memahami Filsafat Matematika, terdapat tiga
aliran yang populer, yaitu logisme, formalisme, dan intuisionisme. Ketiga
aliran tersebut memperkaya dan membuat matematika berkembang serta memiliki
banyak pengikut.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam
makalah ini memaparkan beberapa rumusan masalah yang ada di antaranya:
a. Apa yang melatarbelakangi aliran
Filsafat Matematika Logisme?
b. Apa yang dimaksud dengan aliran Filsafat
Matematika Logisme?
c. Siapa saja tokoh-tokoh aliran
Filsafat Matematika Logisme?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun
Tujuan Penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui latar belakang
aliran Filsafat Matematika Logisme
b. Untuk mengetahui apa yang dimaksud
dengan aliran Filsafat Matematika Logisme.
c. Untuk mengetahui siapa saja
tokoh-tokoh aliran Filsafat Matematika Logisme.
BAB II
FILSAFAT MATEMATIKA LOGISME
2.1 Latar Belakang Aliran Filsafat Matematika Logisme
2.1.1 Kontradiksi
Pengetahuan matematika diturunkan dengan deduksi
logis, sehingga matematika diklaim sebagai ilmu yang sempurna dan suci tak
ternoda kesalahan. Namun, sesaat setelah itu bermunculan kontradiksi dalam
matematika, sekumpulan obyek matematika yang aneh dan liar, antara lain: tidak
mungkin dapat selalu menyatakan panjang diagonal sebuah persegi panjang dalam
bentuk bilangan kuadrat, adanya bilangan irasional seperti 2 , adanya bilangan
transfinite dan bilangan transendental (pi) yang misterius, dan bilangan
imajiner ( i = 1 ).
Dalam matematika hari ini banyak ditemukan sekawanan
obyek-obyek matematika yang aneh dan liar –yang belum dapat dijinakkan—
meskipun berbagai upaya domestifikasi telah dilakukan. Contoh terbaru adalah
penemuan bilangan Q oleh Paul Dirac
dalam mekanika kuantum yang melanggar aturan matematika a b ba
(Woods, 2006). Kawanan tersebut adalah sejenis kontradiksi dalam
matematika, yang jika ditolak akan menyebabkan matematika menjadi mandul.
Penerimaan setengah hati yang disertai dengan upaya domestifikasi terhadap
sekawanan yang aneh dan liar tersebut justru terbukti memberikan manfaat yang
sangat besar bagi matematika.
2.1.2 Paradok
Matematikawan adalah mahluk yang cerdik
dan tidak bersedia menerima jika (re)konstruksinya gagal. Memilih
menyembunyikan kontradiksi-kontradiksi tersebut dengan sebuah penghalusan atau
eufemisne, bahwa yang terjadi bukanlah kontradiksi tetapi paradok, merupakan
pilihan cerdas yang dapat dilakukan.
Semacam anomali. Dengan kecerdikan yang
demikian matematika tetap berjaya, terbebas dari segala kesalahan dan tentunya
terbebas dari kontradiksi. Paradok antara lain muncul dari dialog Socrates
dengan Plato berikut ini (Sembiring, 2010). Socrates: ”Apa yang berikut ini
akan dikatakan oleh Plato adalah salah.” Plato mengatakan: ”Yang barusan
dikatakan Socrates benar.” Contoh yang cukup populer adalah paradok Zeno (
450 SM) yang menemukan adanya kesulitan mengenai ide kuantitas kecil tak
berhingga sebagai penyusun besaran kontinu. Zeno mencoba membuktikan bahwa
pergerakan ke arah kecil tak berhingga adalah khayalan. Paradok Zeno mengenai
’Achiles si Gesit’ begitu terkenal dan memukau ke arah penelusuran konsep
ketakberhinggan. Kata Zeno, yang lebih lambat tidak dapat disalip oleh yang
lebih cepat, sehingga Achiles si Gesit tidak akan mampu menyalip atau
mendahului kuya. Paradok ini tidaklah menyatakan bahwa dalam praktek lomba lari
yang sebenarnya Achiles tidak dapat menyalip kura-kura, tetapi memberi gambaran
bagaimana terbatasnya pemikiran dalam logika formal matematika.
Upaya menyelesaikan berbagai paradok
menyebabkan terpecahnya matematikawan ke dalam beberapa arus pikiran atau
filsafat. Lahirlah faksi-faksi dan aliran-aliran dalam filsafat matematika,
yang saling berbeda dan saling tidak mau menerima satu sama lain.
Menyembunyikan kontradiksi dalam paradok tidak selalu membuat pekerja
matematika dapat tidur dengan nyenyak. Matematikawan juga adalah mahluk yang
tidak dapat menipu dirinya sendiri. Kontradiksi tetaplah kontradiksi, bersifat
mengurangi nilai keindahan matematika, meskipun diperhalus terusmenerus. Secara
eksternal matematikawan menyatakan matematika bebas dari kontradiksi, tetapi
diam-diam mereka melanjutkan pekerjaan menyelesaikan berbagai kontradiksi
tersebut, dan memastikan bahwa penyelesaian yang dilakukannya tidak akan
menimbulkan kontradiksi baru, sehingga konsistensi matematika tetap tegak berdiri,
bendera matematika berkibar di tiang tertinggi dengan lantang dan gagah berani
menatap langit biru, tidak akan pernah berkibar setengah tiang dan malu-malu.
Para matematikawan mencoba menyelesaikan masalah-masalah tersebut, membuang
kontradiksi dan mengembangkan sistem matematika baru yang kebal salah. Mereka
membuat rekonstruksi baru atas struktur logika matematika, dan mulai
meninggalkan kepercayaan pada disain alam semesta yang matematis. Meskipun
merupakan suatu kebenaran bahwa matematika telah tersedia di alam semesta dan
orang tinggal menemukannya, keyakinan tersebut harus ditinggalkan dan beralih
pada matematika yang merupakan hasil konstruksi pikiran bebasmanusia yang
kebenarannya tidak perlu harus sesuai dengan apa yang terjadi di alam semesta,
cukup kebenaran karena kesepakatan. Tetapi, lagi-lagi muncul kontradiksi yang
mencemari logika matematika dalam rekonstruksi baru tersebut, misalnya paradok
Russel dan paradok Burali-Forti.
2.1.3 Krisis Matematika
Munculnya filsafat matematika disebabkan oleh adanya
kontradiksi, paradok dan terjadinya krisis dalam matematika. Setidaknya, pernah
tercatat tiga kali krisis dalam metamatika: (1) Abad ke-5 SM, tidak semua
besaran geometri yang sejenis, tidak memiliki satuan ukuran yang sama
(Sukardjono, 2000). Krisis ini menyebabkan teori proporsi Pythagoras harus
dicoret dari matematika. Krisis yang disadari sangat terlambat, lima abad
kemudian baru dapat diatasi oleh
Eudoxus dengan karyanya yang membahas bilangan
irasional, (2) Abad ke-17, Newton dan Leibniz menemukan kalkulus yang
didasarkan pada konsep infinitesimal, tetapi tidak dapat dijelaskan dengan
baik. Namun, hasil-hasil penerapan kalkulus justru digunakan untuk menjelaskan
konsep infinitesimal, suatu penjelasan yang tidak seharusnya dilakukan. Baru awal
abad ke-19, Cauchy memperbaiki konsep infinitesimal sebagai landasan kalkulus
dengan konsep limit.
Weierstrass membuat konsep limit menjadi lebih
kokoh, (3) Georg Cantor menemukan teori himpunan yang digunakan secara luas
pada cabang-cabang matematika dan menjadi landasan matematika. Namun demikian,
penemuan ini juga menghasilkan paradok misalnya paradok Burali-Forti dan
paradok Russel.
2.2 Aliran Filsafat Matematika Logisme
Logicsm adalah sekolah pemikiran yang menganggap
matematika murni sebagai bagian dari logika. Pendukung utama pandangan ini
adalah G. Leibniz, G. Frege (1893), B. Russell (1919), AN Whitehead dan R.
Carnap (1931). Di tangan Bertrand Russell klaim logicism menerima perumusan
secara terbuka dan paling eksplisit. Ada dua klaim:
·
Semua konsep matematika akhirnya dapat
direduksi menjadi konsep logis, asalkan ini diambil untuk memasukkan konsep
teori himpunan atau system yang mirip seperti Teori Russell.
·
Semua kebenaran matematika dapat
dibuktikan dari aksioma dan aturan inferensi logika sendiri.
Tujuan dari klaim ini jelas. Jika matematika dapat
dinyatakan dalam istilah murni logis dan terbukti dari prinsip-prinsip logis
saja, maka kepastian pengetahuan matematika dapat dikurangi dengan logika.
Logika dianggap untuk memberikan landasan tertentu untuk kebenaran, terlepas
dari upaya untuk memperluas logika, seperti Hukum Frege Kelima. Jadi jika
dilakukan melalui, program logicist akan memberikan dasar-dasar logis tertentu
untuk pengetahuan matematika, membangun kembali kepastian yang mutlak dalam matematika.
Sebuah keprihatinan keberatan ketiga mungkin
kepastian dan kehandalan dari dasar logika. Hal ini tergantung pada teruji dan,
seperti yang akan dikatakan, asumsi beralasan. Jadi program logicist mengurangi
kepastian pengetahuan matematika dengan logika gagal pada prinsipnya. Logika
tidak memberikan dasar tertentu untuk pengetahuan matematika.
2.3 Tokoh-Tokoh Aliran Filsafat Matematika Logisme
2.3.1 B. Russel dan AN Whitehead
Russell menemukan bahwa Basic Law V tidak konsisten.
(disebut dengan paradox Russell).
Setelah frege meningggalkan ahli-ahli program logikanya, kemudian
diteruskan oleh Russell dan Whitehead dengan menghubungkan paradoks “lingkaran
setan” tersebut dan kemudian membangun apa yang mereka sebut dengan jenis teori
yang bercabang (ramified type theory) untuk menanganinya. Dalam system ini,
mereka akhirnya mampu membangun banyak matematika modern, tetapi bentuknya
berubah dan kebanyakkan kompleks (sebagai contoh, ada bilangan asli yang
berbeda dalam setiap jenis, dan banyak jenis yang tak hingga). Mereka juga
telah membuat beberapa kompromi untuk mengembangkan begitu banyak matematika,
seperti “axiom of reducibility”. Bahkan Russell mengatakan bahwa aksioma ini
tidak benar-benar termasuk logika
2.3.2 G. Frege
Penemu logisisme. Dalam tulisannya Die Grundgesetze
der Arithmetik (Basic Laws of Arithmatic) ia membangun aritmetika dari suatu
system logika dengan prinsip pemahaman yang umum, yang disebut “Basic Law V”
(untuk konsep F dan G, perluasan dari F sama dengan perluasan G jika dan hanya
jika untuk semua objek a, Fa jika dan hanya jika Ga), sebuah prinsip yang dapat
diterima sebagai bagian dari logika.
2.3.3 R. Carnap (1931)
Memperkenalkan
desertasi para ahli logika yang terdiri dari dua bagian:
1. Konsep-konsep
matematika dapat diturunkan dari konsep-konsep logika melalui definisi-definisi
yang gambling/jelas
2. Teorema-teorema
matematika dapat diturunkan dari aksioma-aksioma logika melalui pengambilan
kesimpulan murni.
2.3.4 Bob Hale, Cripsin Wright, dan mungkin lainnya
Kembali ke program yang lebih mendekati ke frege.
Mereka telah meninggalkan mereka telah meninggalkan Basic Law V dan setuju
terhadap prinsip-prinsip abstraksi seperti prinsip hume (banyaknya objek yang
jatuh dibawah konsep F sama dengan banyaknya objek yang jatuh dibawah konsep G
jika dan hanya jika extension dari F dan extension dari G dapat digolongkan ke
dalam korespondensi satu-satu). Frege membutuhkan Basic Law V agar mampu
memberikan definisi eksplisit dari bilangan, tetapi semua sifat-sifat bilangan
dapat diturunkan dari hume. Hal ini tidak cukup untuk frege karena tidak
meniadakan kemungkinan bahwa bilangan 3 sebetulnya adalah Julius Caesar.
Whitehead dan Russel (1910-1913) mampu membuktikan
pertama dari dua klaim melalui rantai definisi. Namun logicism terbentur pada
klaim kedua. Matematika memerlukan aksioma non-logis seperti Aksioma Infinity (himpunan
semua bilangan alami adalah tak terbatas) dan Aksioma Pilihan (produk Cartesian
dari anggota non-set kosong itu sendiri tidak kosong).
Russell sendiri menyatakan sebagai berikut. Tapi
meskipun semua logis (atau matematika) proposisi dapat dinyatakan sepenuhnya
dalam hal konstanta logis bersama-sama dengan variabel-variabel, bukan hal itu,
sebaliknya, semua proposisi yang dapat dinyatakan dengan cara logis. Kami telah
menemukan sejauh kriteria yang diperlukan tapi tidak memadai proposisi
matematika. Kami telah cukup mendefinisikan karakter dari ide-ide primitif
dalam hal mana semua ide-ide matematika dapat didefinisikan, tetapi tidak dari
proposisi primitif dari mana semua proposisi matematika dapat disimpulkan ini
adalah masalah yang lebih sulit, untuk yang belum diketahui jawaban sepenuhnya.
Kita dapat mengambil aksioma infinity sebagai contoh
proposisi yang meskipun dapat dikemukakan dalam hal logis, namun tidak dapat
dinyatakan dengan logika untuk menjadi pembenaran. (Russell, 1919, halaman
202-3, penekanan asli)
Jadi tidak semua teorema matematika dapat diturunkan
dari aksioma-aksioma logika sendiri. Ini berarti bahwa aksioma matematika tidak
eliminable mendukung logika tersebut. Teorema Matematika tergantung pada
asumsiasumsi matematis yang tereduksi. Memang, sejumlah aksioma matematika yang
penting adalah independen, dan baik mereka atau negasi mereka dapat diadopsi
tanpa inkonsistensi (Cohen, 1966). Jadi klaim logicism kedua terbantahkan. Untuk
mengatasi masalah ini Russell kembali ke versi yang lebih lemah dari logicism
disebut 'if-thenism', yang mengklaim bahwa matematika murni terdiri dari
laporan implikasi dari bentuk 'A → T '. Menurut pandangan ini, seperti sebelumnya,
kebenaran matematika yang didirikan sebagai dalil oleh buktibukti logis.
Masing-masing teorema (T) menjadi akibat dalam pernyataan implikasi. Gabungan
dari aksioma matematika (A) digunakan dalam buktian digabungkan ke dalam
pernyataan implikasi sebagai pendahuluan (lihat Carnap, 1931). Jadi, semua
asumsi matematika (A) yang tergantung pada teorema (T) sekarang dimasukkan ke
dalam bentuk baru dari teorema (A - NT), menghindari kebutuhan aksioma
matematika. Hal ini menimbulkan pengakuan bahwa matematika adalah system
hypotheticodeductive, di mana konsekuensi dari aksioma-aksioma diasumsikan dieksplorasi,
tanpa menegaskan kebenarannya. Sayangnya, perangkat ini juga mengarah pada
kegagalan, karena tidak semua kebenaran matematika, seperti 'aritmatika Peano
konsisten,' dapat disajikan dalam laporan ini dengan cara sebagai implikasi,
Machover (1983) berpendapat. Keberatan kedua, yang memegang terlepas dari
validitas dari dua klaim logicist, merupakan alasan utama penolakan terhadap
formalisme. Ini adalah Teorema ketidak lengkapan Godel, yang menetapkan bahwa
bukti deduktif tidak mencukupi untuk menunjukkan semua kebenaran matematis.
Oleh karena itu keberhasilan pengurangan aksioma matematika untuk logika mereka
masih tetap tidak cukup sebagai sumber dari semua kebenaran matematika.
0 komentar:
Posting Komentar