ALIRAN PSIKOLOGI TINGKAH LAKU
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi
Belajar Mengajar Matematika
Diasuh oleh : Dra. Hj. Noor Fajriah, M.Si / Asdini Sari, M.Pd
Oleh :
Kelompok 1
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
SEPTEMBER 2015
ALIRAN
PSIKOLOGI TINGKAH LAKU
A. Mengenal
Teori Behavioristik (Tingkah Laku)
Aliran behaviorisme berpendapat bahwa berpikir adalah
gerakan-gerakan reaksi yang dilakukan oleh urat syaraf dan otot-otot bicara
seperti halnya bila kita mengucapkan buah pikiran (Purwanto, 2002:45). Pada behaviorisme unsur yang
paling sederhana adalah refleks. Refleks
adalah gerakan atau reaksi tak sadar yang disebabkan adanya perangsang dari
luar. Semua keaktifan jiwa yang lebih
tinggi, seperti perasaan, kemauan, dan berpikir, dikembalikan kepada refleks.Dalam
penyelidikannya terhadap tingkah laku manusia, behaviorisme hanya berfokus pada
tingkah laku luar saja (badaniah).
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori
tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang
menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan
teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran
behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori
belajar selalu bertolak dari sudut pandang psikologi belajar tertentu. Dengan
berkembangnya psikologi dalam pendidikan, seiring hal tersebut bermunculan pula
berbagai teori tentang belajar. Psikologi belajar atau disebut pula dengan
teori belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan intelekual (mental)
siswa. Di dalamnya terdiri dari dua hal, yaitu:
1.
Uraian
tentang apa yang terjadi dan diharapkan terjadi pada intelektual anak.
2.
Uraian
tentang kegiatan intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada
usia tertentu.
Psikologi mengajar atau teori mengajar berisi tentang petunjuk
bagaimana semestinya mengajar siswa pada usia tertentu, bila ia sudah siap
belajar. Jadi pada teori mengajar terdapat prosedur dan tujuan mengajar.
Pada pelaksanaannya
kedua teori tersebut tidak bisa dipisahkan, seperti halnya kata belajar
mengajar. Peristiwa mengajar selalu disertai dengan peristiwa belajar, ada guru
yang mengajar dan harus ada pula siswa yang belajar. Tetapi jika dibalik, ada
siswa yang belajar belum tentu ada guru yang mengajar, sebab belajar bisa dilakukan
secara sendiri. Oleh karena itu, yang kita pakai adalah ungkapan kata belajar
mengajar, yang didahulukan peristiwa belajar, agar siswa bisa sendiri sesuai
semboyan pendidikan yaitu “Tut Wuri Handayani”. Jadi pada teori mengajar
terdapat prosedur dan tujuan mengajar. Dalam proses belajar siswa merupakan
subjek dan bukan objek, selanjutnya peristiwa belajar dan mengajar ini sesuai
dengan istilah dalam kurikulum akan disebut pembelajaran, yang berkonotasi pada
proses kinerja yang sinergi antara setiap komponennya.
Dengan
menguasai psikologi pembelajaran, guru bisa mengetahui kemampuan yang telah
dimiliki siswa dan bagaimana proses berfikirnya. Disamping itu,
ia mengetahui pula tentang bagaimana menciptakan kegiatan
pembelajaran sesuai dengan kondisi siswa dan tujuan pembelajaran.
B. Aliran Psikologi Tingkah Laku Menurut
Para Ahli :
1.
Teori Thorndike
Menurut Edward
Lee Thorndike (Suprijono, 2009: 20), belajar merupakan peristiwa terbentuknya
asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respons. Eksperimen yang
dilakukan adalah dengan kucing yang dimasukkan pada sangkar tertutup. Pintunya
akan dapat dibuka secara otomatis bila knop di dalam sangkar disentuh. Setiap
respons menimbulkan stimulus yang baru. Selanjutnya, stimulus baru ini akanmenimbulkan
respons lagi, demikian selanjutnya sehingga dapat digambarkan sebagai berikut.
S R S1 R1 dst
Dalam percobaan tersebut, apabila diluar
sangkar diletakkan makanan, kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara
meloncat-loncat. Dengan tidak sengaja, kucing telah menyentuh knop. Maka, terbukalah pintu sangkar tersebut
dan kucing segera lari ke tempat makan.
Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali dan setelah kurang lebih 10
sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat dengan sengaja menyentuh knop tersebut
apabila di luar diletakkan makanan.
Percobaan tersebut menghasilkan teori trial and error.Ciri-ciri belajar trial and error yaitu adanya aktivitas,
adanya berbagai respons terhadap berbagai situasi, adanya eliminasi terhadap
berbagai respons yang salah, dan adanya kemajuan reaksi-reaksi mencapai
tujuan.Jika dalam usaha mencoba-coba itu secara ada kebetulan ada perbuatan
yang kebetulan cocok, kemudian dipegangnya.Karena latihan yang terus-menerus,
waktu yang dipergunakan untuk melakukan perbuataan yang cocok itu semakin lama
semakin efisien.
Edward L. Thorndike (1874-1949)
mengemukan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan law of effect. Menurut hukum ini belajar
akan lebih berhasil bila respon murid terhadap suatu stimulus segera diikuti
dengan rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasan ini bisa timbul
sebagai akibat anak mendapatkan pujian atau ganjaran lainnya. Stimulus
termsasuk reinforcement. Setelah anak
berhasil melaksanakan tugasnyadengan tepat dan cepat, diri anak muncul kepusan
diri sebagai akibat sukses diraihnya. Anak memperoleh kesuksesan yang pada
gilirannya akan mengantarkan dirinya ke jenjang kesuksesan.
Teori belajar stimulus respon yang
dikemukakan oleh Thorndike ini
disebut juga koneksionisme. Teori ini mengatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan
proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa
dalil:
a.
Hukum
Kesiapan (Law Of Readiness)
Hukum Kesiapan menerangkan bagaimana kesiapan
seorang anak dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang anak yang mempunyai
kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu dan kemudian dia
benar melakukan kegiatan tersebut, maka tindakannya akan melahirkan kepuasan
bagi dirinya. Tindakan-tindakan lain yang dia lakukan tidak menimbulkan
kepuasan bagi dirinya.
Seorang anak yang mempunyai kecenderungan untuk
bertindak dan kemudian bertindak, sedangkan tindakannya itu mengakibatkan
ketidakpuasan bagi dirinya, akan selalu menghindari dirinya dari
tindakan-tindakan yang melahirkan
ketidakpuasan itu.
Seorang anak yang tidak
mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu,
sedangkan orang tersebut ternyata melakukan tindakan,maka apa yang dilakukannya
itu akan menimbulkan rasa tidak puas bagi dirinya. Dia akan melakukan tindakan
lain untuk meghilangkan ketidakpuasan tersebut.
Dari ciri-ciri diatas dapat disimpulkan bahwa
seorang anak akan lebih berhasil belajar jika ia telah siap untuk melakukan
kegiatan belajar.
b. Hukum Latihan (Law Of Exercise)
Hukum latihan menyatakan bahwa jika hubungan
stimulus respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakian kuat.
Sedangkan makin jarang hubungan stimulus respon dipergunakan maka makin
lemahnya hubungan yang terjadi.
Hukum latihan pada dasarnya menggunakan bahwa
stimulus dan respon akan memiliki hubungan satu sama lain secara kuat, jika
proses pengulangan sering terjadi, makin banyak kegiatan ini dilakukan maka
hubungan yang terjadi akan bersifat otomatis. Seorang anak dihadapkan pada
suatu persoalan yang sering ditemuinya akan segera melakukan tanggapan secara
cepat sesuai dengan pengalamannya pada waktu sebelumnya.
Kenyataan menunjukkan bahwa pengulangan yang
akan memberikan dampak positif adalah pengulangan yang frekuensinya teratur, bentuk
pengulangannya yang tidak membosankan dan kegiatan disajikan dengan cara yang
menarik.
Sebagai contoh untuk mengajarkan konsep
pemetaan yang diikuti dengan contoh-contoh relasi. Guru menguji apakah anak
sudah benar-benar menguasai konsep pemetaan. Untuk itu guru menanyakan apakah
semua relasi yang diperlihatkannya itu termasuk pemetaan atau tidak. Jika
tidak, anak diminta untuk menjelaskan alasan atau sebab-sebab kriteria pemetaan
tidak terpenuhi. Penguatan konsep lewat caraini dilakukan dengan pengulangan.
Namun tidak berarti bahwa pengulangannya dilakukan dengan bentuk pertanyaan
atau informasi yang sama, melainkan dalam bentuk informasi yang dimodifikasi,
sehingga anak tidak merasa bosan.
c. Hukum Akibat (Law Of Effect).
Dalam hukum akibat ini dapat disimpulkan bahwa
kepuasan yang terlahir dari adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan
bagi anak, dan anak cenderung untuk berusaha melakukan atau meningkatkan apa
yang telah dicapainya itu. Guru yang memberi senyuman wajar terhadap jawaban
anak, akan semakin menguatkan konsep yang tertanam pada diri anak. Kata-kata
“Bagus”, “Hebat” , ”Kau sangat teliti” dan semacamnya akan merupakan hadiah
bagi anak yang kelak akan meningkatkan dirinya dalam menguasai pelajaran.
Sebaliknya guru juga harus tanggap terhadap
respon anak yang salah. Jika kekeliruan anak dibiarkan tanpa penjelasan yang
benar dari guru, ada kemungkinan anak akan menganggap benar dan kemudian
mengulanginya. Anak yang menyelesaikan tugas atau pekerjaan rumah, namun hasil
kerjanya itu tidak diperiksa oleh gurunya, ada kemungkinan beranggapan bahwa
jawaban yang dia berikan adalah benar. Anggapan ini akan mengakibatkan jawaban
yang tetap salah disaat anak mengikuti tes.
Demikian pula anak yang telah mengikuti ulangan
dan mendapat nilai jelek, perlu diberitahukan kekeliruan yang dilakukannya pada
saat mengikuti tes. Tidaklah mengherankan, sekiranya jika anak yang diberi tes
berulang namun hasilnya masih tetap buruk. Ada kemungkinan konsep yang
dipegangnya itu dianggap sebagai jawaban yang benar. Penguatan seperti ini akan
sangat merugikan anak. Oleh karena itu perlu dihilangkan.
Dari hukum akibat ini dapat disimpulkan bahwa
jika terdapat asosiasi yang kuat antara pertanyaan dan jawaban, maka bahan yang
disajikan akan tertanam lebih lama dalam ingatan anak.
Di samping itu, Thorndike mengutamakan
pula bahwa kualitas dan kuantitas hasil belajar siswa tergantung dari kualitas
dan kuantitas Stimulus-Respon (SR) dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar.
Makin banyak dan makin baik kualitas S-R itu (yang diberikan guru) makin banyak
dan makin baik pula hasil belajar siswa.
Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai
berikut.
a.
Hukum Reaksi Bervariasi (Multiple Response)
Hukum ini mengatakan bahwa pada individu
diawali oleh proses trial and error
yang menunjukkan adanya bermacam-macam respons sebelum memperoleh respons yang
tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
b.
Hukum Sikap (Set/Attitude)
Hukum ini menjelaskan bahwa perilaku belajar
seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respons saja,
tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu, baik kognitif,
emosi, sosial, maupun psikomotornya.
c.
Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency of Element)
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam
proses belajar memberikan respons pada stimulus tertentu saja sesuai dengan
persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respons
selektif).
d.
Hukum Response by Analogy
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan
respons pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya
dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang
pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsure-unsur yang
telah di kenal disituasi baru. Semakin banyak unsur yang sama, transfer akan
semakin mudah.
e.
Hukum Perpindahan Asosiasi (Associative Shifting)
Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan
dari situasi yang dikenal kesituasi yang belum dikenal, dilakukan secara
bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang
sedikit unsur lama.
Selain menambahkan hukum-hukum baru,
dalam perjalanan penyampaian teorinya. Thorndike mengemukakan revisi Hukum
Belajar antara lain sebagai berikut.
a. Hukum
latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk
memperkuat hubungan stimulus respons, sebaliknya tanpa pengulangan pun hubungan
stimulus respons belum tentu diperlemah.
b. Hukum
akibat direvisi. Thorndike mengatakan bahwa yang berakibat positif untuk perubahan
tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
c. Syarat
utama terjadinya hukuman stimulus respons bukan kedekatan, melainkan adanya
saling sesuai antara stimulus dan respons.
d. Akibat
suatu perbuatan dapat menular, baik pada bidang lain maupun pada individu lain.
Teori koneksionisme menyebutkan pula
konsep transfer of training, yaitu
kecakapan yang telah diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk memecahkan
masalah yang lain. Perkembangan teorinya berdasarkan pada percobaan terhadap
kucing dengan masalah kotaknya.
Teori ini memiliki beberapa kelemahan
(Purwanto, 2002: 100) yaitu sebagai berikut.
a. Terlalu memandang manusia sebagai
mekanismus dan otomatisme belaka yang disamakan dengan hewan. Meskipun banyak
tingkah laku manusia yang otomatis, tidak selalu bahwa manusia dipengauhi oleh trial and error. Trial and error tidak berlaku mutlak bagi
manusia.
b. Memandang
belajar hanya merupakan asosiasi antara stimulus dan respons. Dengan
demikian,yang dipentingkan dalam belajar adalah memperkuat asosiasi tersebut
dengan latihan-latihan atau ulangan-ulangan yang terus-menerus.
c. Karena proses belajar berlangsung
secara mekanistis, “pengertian” tidak dipandangnya sebagai suatu yang pokok
dalam belajar. Mereka mengabaikan “pengertian” sebagai unsur yang pokok dalam
belajar.
Implikasi dari aliran pengaitan ini dalam
kegiatan belajar mengajar sehari-hari adalah bahwa:
a. Dalam menjelaskan suatu konsep tertentu, guru sebaiknya mengambil
contoh yang sekiranya sudah sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Alat
peraga dari alam sekitar akan lebih dihayati.
b. Metode pemberian tugas, metode latihan (drill dan practic) akan
lebih cocok. Karena siswa akan lebih banyak mendapatkan stimulus sehingga
respons yang diberikan pun akan lebih banyak.
c. Dalam kurikulum, materi disusun dari materi yang mudah, sedang, dan
sukar sesuai dengan tingkat kelas dan tingkat sekolah. Penguasaan materi yang
lebih mudah sebagai akibat untuk dapat menguasai materi yang lebih sukar.
2.
Teori Skinner
Brush Federic Skinner berkebangsaan
Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi
langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang
amat penting dalam proses belajar. Terdapat perbedaan antara ganjaran dan
penguatan. Ganjaran merupakan respon yang sifatnya menggembirakan
dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangkan penguatan merupakan
sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih
mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.
Dalam teorinya Skinner menyatakan bahwa
penguatan terdiri atas penguatan negatif (tambahan). Penguatan dapat dianggap sebagai
stimuluspositif, jika penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya perilaku
anak dalam melakukan pengulangan perilakunya itu. Dalam hal ini penguatan yang
diberikan pada anak memperkuat tindakan anak, sehingga anak semakin sering
melakukannya.Tingkah laku yang baik diperkuat oleh penghargaan, sedangkan
tingkah laku yang sebaliknya dihilangkan dengan cara memberi hukuman yang
ringan tetapi tegas.
Yang termasuk contoh penguatan positif
diantaranya adalah pujian yang diberikan
pada anak memperkuat tindakan anak. Sikap guru yang bergembira pada saat anak
menjawab pertanyaan, merupakan penguatan positif pula.
Untuk mengubah tingkah laku anak dari negatif
menjadi positif , guru perlu mengetahui psikologi yang dapat digunakan untuk
memperkirakan (memprediksi) dan mengendalikan tingkah laku anak. Guru didalam
kelas mempunyai tugas untuk mengarahkan anak dalam aktivitas belajar karena pada saat tersebut, kontrol
berada pada guru, yang berwenang memberikan instruksi ataupun larangan pada
anak didiknya.
Penguatan akan berbekas pada diri anak. Mereka yang mendapat pujian setelah berhasil
menyelesaikan tugas atau menjawab pertanyaan biasanya akan berusaha memenuhi
tugas berikutnya dengan penuh semangat. Penguatan yang berbentuk hadiah atau pujian akan memotivasi
anak untuk rajin belajar dan mempertahankan prestasi yang diraihnya. Penguatan
seperti itu sebaiknya segera diberikan dan tak perlu ditunda-tunda.
Karena penguatan akan berbekas pada anak, sedangkan hasil
penguatan diharapkan positif, maka penguatan yang diberikan tentu harus
diarahkan pada respon tersebut sebenarnya tidak diperlukan.
Skinner menambahkan bahwa jika respon
siswa baik (menunjang efektivitas pencapaian tujuan) harus segera diberikan
penguatan positif agar respon tersebut lebih baik lagi, atau minimal perbuatan
baik itu dipertahankan. Misalnya dengan mengatakan “bagus, pertahankan prestasimu” untuk
siswa yang mendapat nilai tes yang memuaskan. Sebaliknya jika respon siswa
kurang atau tidak diharapkan sehingga tidak menunjang tujuan pengajaran, harus
segera diberi penguatan agar respon tersebut tidak diulangi lagi dan berubah
menjadi respon yang sifatnya positif. Penguatan negatif ini bisa berupa
teguran, peringatan atau sangsi (hukuman edukatif).
Beberapa
prinsip Skinner antara lain sebagai berikut.
a. hasil
belajar harus segera diberitahukan kepada siswa. Jika salah, dibetulkan; jika
benar, diberi penguat.
b. proses
belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c. materi
pelajaran menggunakan sistem modul.
d. dalam
proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk itu, lingkungan perlu
diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
e. dalam
proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
f. tingkah
laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan
dengan digunakannya jadwal Variabel Rasio
Reinforcer.
g. proses
pembelajaran menggunakan teknik shapping.
3.
Teori Ausubel
Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya
dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Ia membedakan belajar
menemukan dengan belajar menerima, jadi tinggal menghafalnya. Tetapi pada
belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima pelajaran
begitu saja. Selain itu untuk dapat membedakan antara belajar menghafal dengan
belajar bermakna. Pada belajar menghafal, siswa menghafal materi yang sudah
diterimanya, tetapi pada belajar bermakna materi yang diperoleh itu
dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajar lebih dimengerti.
Sewaktu metode menemukan dianggap sebagai suatu
metode mengajar yang baik karena bermakna, dan sebaliknya metode ceramah adalah
metode yang merupakan belajar menerima, David Ausubel menentang pendapat itu.
Ia berpendapat bahwa dengan metode penemuan maupun dengan metode ceramah bisa
menjadi belajar menerima atau belajar bermakna, tergantung dari situasinya.
Selanjutnya, Ausubel mengemukan bahwa metode
ekspositori adalah metode mengajar yang baik dan bermakna. Hal ini dikemukan
berdasarkan hasil penelitiannya. Belajar menerima maupun menemukan sama-sama
dapat berupa belajar menghafal atau bermakna. Misalnya dalam mempelajari konsep Phytagoras tentang segitiga siku-siku,
mungkin bentuk akhir c2= b2+a2 sudah disajikan(belajar
menerima), tetapi jika siswa memahami rumus itu selalu dikaitkan dengan
sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku akan merupakan belajar bermakna. Siswa lain
memahami rumus itu dengan cara melalui pencarian tetapi bila kemudian ia
menghafalkannya tanpa dikaitkan dengan sisi sebuah segitiga siku-siku menjadi
menghafal.
4.
Teori Gagne
Gagne adalah seorang psikolog pendidikan
berkebangsaan Amerika yang dikenal dengan penemuannya berupa condition of learning. Gagne disebut sebagai Modern
Neobehavioris yang mendorong guru untuk merencanakan instruksional pembelajaran
agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi. Keterampilan paling rendah
menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki
keterampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus
disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana kemudian dilanjutkan
pada yang lebih kompleks (belajar SR, rangkaian SR, asosiasi verbal,
diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi
(belajar aturan dan pemecahan masalah). Praktiknya, gaya belajar tersebut tetap
mengacu pada asosiasi stimulus respons.
Menurut Gagne dalam belajar matematika ada dua
objek yang dapat diperoleh langsung oleh siswa, yaitu objek langsung dan objek
tidak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan
memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika dan tahu
bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan
aturan.
Fakta adalah objek matematika yang tinggal
menerimanya, seperti lambang bilangan, sudut, dan notasi-notasi matematika
lainnya. Kemampuan berupa memberikan jawaban dengan tepat dan cepat,misalnya
melakukan pembagian bilangan yang cukup besar dengan bagi kurang, menjumlahkan
pecahan, melukis sumbu sebuah ruas garis.
Konsep adalah ilmu abstrak yang memungkinkan
kita dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan noncontoh misalkan konsep,
bujur sangkar, bilangan prima, himpunan, dan fektor.
Aturan adalah objek yang paling abstrak yang
berupa sifat dan teorema. Menurut Gagne, belajar dapat dikelompokkan menjadi
delapan titik belajar yaitu: belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak,
rangkaian verbal, belajar membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan,
dan pemecahan masalah.
Belajar isyarat adalah belajar yang tingkatnya
paling rendah, karena tidak ada niat atau spontanitas. Contohnya menyenangi
atau menghindari pelajaran karena akibat perilaku gurunya. Stimulus-respons
merupakan kondisi belajar yang ada niat diniati dan responsnya jasmaniah.
Misalnya siswa meniru tulisan guru di papan tulis. Rangkaian gerak adalah
perbuatan jasmaniah perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih dalam rangka stimulus-respons.
Rangkaian verbal adalah perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih
dalam rangka stimulus-respons. Contohnya adalah mengemukakan pendapat, menjawab
pertanyaan guru secara lisan. Belajar membedakan adalah belajar memisah-misah
rangkaian yang bervariasai. Pembentukan konsep disebut juga tipe belajar
pengelompokan, yaitu belajar melihat sifat bersama benda-benda konkrit atau
peristiwa untuk dijadikan suatu kelompok. Dalam hal tertentu tipe belajar yang
mengharapkan siswa untuk mampu memberikan respon terhadap stimulus dengan
segala macam perbuatan. Kemampuan disini terutama adalah kemampuan
menggunakannya. Misalnya pemahaman terhadap rumus kuadratis dan menggunakannya
dalam menyelesaikan persamaan kuadrat. Belajar pemecahan masalah adalah tipe
belajar yang paling tinggi karena lebih kompleks dari pembentukan aturan.
Dalam pemecahan masalah biasanya ada 5 langkah
yang harus dilakukan, yaitu :
a.
Menyajikan masalah dalam bentuk
yang lebih jelas.
b.
Menyatakan masalah dalam bentuk
yang lebih operasional.
c.
Menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan
prosedur kerja yang diperkirakan baik.
d.
Menguji hipotesis dan melakukan kerja
untuk memperoleh hasilnya.
e.
Mengecek kembali hasil yang sudah
diperoleh.
Lebih jauh Gagne mengemukakan bahwa hasil belajar
harus didasarkan pada pengamatan tingkah laku, melalui stimulus respons dan
belajar bersyarat. Alasannya adalah
bahwa manusia itu mekanisme pasif yang bisa dikontrol melalui imbalan dan
hukuman.
5.
Teori Pavlov
Ivan
Petovich Pavlov lahir 14 september 1849 di Ryazan, Rusia, yaitu desa tempat
tinggal ayahnya, Peter Dmitrievich Pavlov, menjadi seorang pendeta. Ia dididik
di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai
Sarjana Kedokteran dengan bidang dasar Fisiologi.
Pavlov terkenal dengan teori belajar klasik. Ia
melakukan percobaan terhadap seekor anjing, anjing itu dikurung dalam suatu
kandang dalam waktu tertentu dan diberi makan. Selanjutnya, setiap akan diberi
makan Pavlov membunyikan bel, ia memperhatikan bahwa setiap dibunyikan bel pada
waktu tertentu anjing itu mangeluarkan air liurnya, walaupun tidak diberi
makanan.
Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan atau
conditioning. Dalam hubungannya dalam kegiatan belajar mengajar agar siswa
belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan
soal peekerjaan rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya,
menjelaskannya, atau memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya
Dari Eksperimen Pavlov setelah pengondisian atau pembiasaan
dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh
bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan.Ketika lonceng dibunyikan,
ternyata air liur anjing keluar sebagai respons yang dikondisikan.
Dalam
kehidupan sehari-hari, ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai
contoh, suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke
rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi
setelah si penjual es krim sering lewat, nada lagu tersebut bisa menerbitkan
air liur, apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan
bila tidak ada lagu tersebut, betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak
menjajakan dagangannya. Contoh
lainnya adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di
bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu, yaitu membedakan
bunyi-bunyian dari pedagang makanan (rujak, es, nasi goreng, siomay) yang
sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antre di
bank tanpa harus berdiri lama.
Dari contoh
tersebut, dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov, ternyata
individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan
stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respons yang diinginkan,
sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang
berasal dari luar dirinya.
6.
Teori Bandura
Albert Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925 di
Mondare, Alberta, berkebangsaan Kanada. Ia
adalah seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif
sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah ekspirimen
Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku agresif orang
dewasa sekitarnya.
Bandura mengemukakan bahwa siswa belajar itu
melalui meniru. Pengertian meniru di sini bukan berarti menyontek, tetapi
meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain, terutama guru. Jika tulisan guru
baik, guru berbicara sopan santun, tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan
jelas dan sistematis, maka siswa akan menirunya. Jika contoh yang dilihat kurang
baik maka ia pun akan menirunya. Dengan demikian guru harus menjadi manusia
model yang profesional.
Faktor-faktor yang berproses dalam belajar
observasi adalah sebagai berikut.
1.
perhatian: mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.
2.
penyimpanan atau proses mengingat: mencakup kode pengodean simbolik
3. reproduksi
motorik: mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, dan keakuratan umpan
balik.
4. Motivasi:
mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.
Selain itu, juga harus diperhatikan
bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Tingkat
tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak
awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya.
2. Individu lebih menyukai perilaku yang
ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3. Individu
akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan
dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Karena melibatkan atensi, ingatan, dan
motivasi, teori Bandura dilihat dalam kerangka teori behavior kognitif.Teori
belajar sosial membantu memahami terjadinya perilaku agresi dan penyimpangan
psikologi dan bagaimana memodifikasi perilaku.Teori Bandura menjadi dasar dari
perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai pendidikan secara massal.
7.
Aliran Latihan Mental
Aliran ini berkembang sampai dengan abad 20,
yang mengemukakan bahwa struktur otak manusia terdiri atas gumpalan-gumpalan
otot, agar ini kuat, maka harus dilatih dengan beban, makin banyak latihan dan
beban yang makin berat,maka otot atau otak itu makin kuat pula, oleh karena itu jika anak atau
siswa ingin pandai, maka ia harus dilatih otaknya dengan cara banyak berlatih
memahami dan mengerjakan soal-soal yang benar, makin sukar materi itu makin
pandai pula anak tersebut.
Struktur kurikulum pada masa itu berisikan
materi-materi pelajaran yang sulit, sehingga orang sedikit yang bersekolah karena tidak kuat untuk
mengikutinya. Di samping faktor lain seperti keturunan, biaya, dan kesadaran
akan pentingya sekolah yang belum dimiliki.
C. Faktor-Faktor
Psikologis dalam Belajar
Faktor-faktor
psikologis yang dikatakan memiliki peranan penting itu, dapat dipandang sebagai
cara-cara berfungsinya pikiran siswa dalam hubungannya dengan pemahaman bahan
pelajaran, sehingga penguasaan terhadap bahan yang disajikan lebih mudah dan
efektif. Dengan demikian, proses belajar mengajar itu akan berhasil baik, kalau
didukung oleh faktor-faktor psikologi dari pelajar. Thomas F. Staton
menguraikan enam macam faktor psikologis itu, antara lain :
a. Motivasi
Seseorang
akan berhasil dalam belajar, kalau pada dirinya sendiri ada keinginan untuk
belajar. Inilai prinsip dan hukum pertama dalam kegiatan pendidikan dan
pengajaran.Keinginan atau dorongan untuk belajar inilah yang disebut dengan
motivasi. Motivasi dalam hal ini meliputi 2 hal : 1. Mengetahui apa yang akan
dipelajari; 2. Memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari. Tanpa motivasi
kegiatan belajar mengajar sulit untuk berhasil.
b. Konsentrasi
Dimaksudkan
memusatkan segenap kekuatan perhatian pada
situasi belajar. Unsur motivasi dalam hal ini sangat membantu tumbuhnya
proses pemusatan perhatian. Di dalam konsentrasi ini keterlibatan mental secara
detail sangat diperlukan sehingga tidak perhatian sekedarnya.
c. Reaksi
Di
dalam kegiatan belajar diperlukan keterlibatan unsur fisik maupun mental,
sebagai suatu wujud reaksi.Pikiran dan otot-ototnya harus dapat bekerja secara
harmonis, sehingga subjek belajar itu bertindak atau melakukannya. Belajar
harus aktif, tidak sekedar apa adanya, menyerah pada lingkungan, tetapi semua
itu harus dipandang sebagai tantangan yang memerlukan reaksi, jadi orang yang
belajar harus aktif, bertindak dan melakukannya dengan segala panca inderanya
secara optimal.
d. Organisasi
Dalam
hal ini dibutuhkan keterampilan mental untuk mengorganisasikan stimulus
(fakta-fakta, ide-ide). Untuk membantu siswa agar cepat dapat mengorganisasikan fakta atau ide-ide dalam
pikirannya, maka diperlukan perumusan tujuan yang jelas dalam belajar. Dengan
demikian akan terjadi proses yang logis.
e. Pemahaman
Pemahaman
dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran.Karena itu belajar berarti
harus mengerti secara mental makna dan filosofisnya, maksud dan implikasi serta
aplikasi-aplikasinya, sehingga menyebabkan siswa dapat memahami suatu
situasi.Hal ini sangat penting bagi siswa yang belajar.Memahami maksudnya,
menangkap maknanya, adalah tujuan akhir dari setiap belajar.Pemahaman memiliki
arti yang sangat mendasar yang meletakkan bagian-bagian belajar pada
proporsinya. Tanpa itu, skill pengetahuan dan sikap tidak akan bermakna.
f. Ulangan
Mengulang-ulang
suatu pekerjaan atau fakta yang sudah dipelajari membuat kemampuan para siswa
untuk mengingatnya akan semakin bertambah. Kegiatan mengulang harus disertai
dengan pikiran dan bertujuan. Ulangan tanpa pemikiran akan sia-sia.
D. Kelebihan
dan Kekurangan Teori Behavioristik
1. Kelebihan
Teori Behavioristik.
a. Membiasakan
guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar.
b. Guru
tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar madiri. Jika
menemukan kesulitan, baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan.
c. Mampu
membentuk suatu perilaku yang diinginkan mendapatkan penguatan positif dan
perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif yang didasari pada
perilaku yang tampak.
d. Dengan
melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan dapat mengoptimalkan
bakat dan kecerdasan siswa yang sudah mahir dalam satu bidang tertentu, akan
lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang
berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.
e. Bahan
pelajaran yang disusun secara hirarkies dari yang sederhana sampai pada yang
kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang
ditandai dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu mampu menghasilkan suatu
perilaku yang konsisten terhadap bintang tertentu.
f. Dapat
menggant stimulus yang satu dengan stimulu yang lainnya dan seterusnya sampai
respons yang diinginkan muncul.
g. Teori
ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktik dan pembiasaan
yang mengandung unsur-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan.
h. Teori
behavioristik juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih
membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan,
suka meniru, dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.
2.
Kekurangan Teori Behavioristik.
a. Sebuah
konsekuensi bagi guru untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah
siap.
b. Tidak
setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode ini.
c. Murid
berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
d. Penggunaan
hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap
metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
e. Murid
dipandang pasif, perlu motivasi dari luar dan sangat dipengaruhi oleh penguatan
yang diberikan guru.
f. Murid
hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan mengahafalkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatif
siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa
diselesaikan oleh siswa.
g. Cenderung
mengarahkan siswa yang berpusat pada guru (teacher
centered learning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil
yang dapat diamati dan diukur.
h.
Pembelajaran siswa yang berpusat
pada guru (teacher centered learning)
bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan
diukur.
i.
Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran
yang tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai centre, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih,
dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
D. Aplikasi Teori Behavioristik dalam
Pembelajaran
Menurut Suprijono (2009: 21), implikasi
prinsip-prinsip behavioristik pada kegiatan pembelajaran adalah sebagai
berikut.
a. kegiatan belajar
adalah kegiatan figuratif.
b. belajar menekankan
perolehan informasi dan penambahan informasi.
c. belajar merupakan
proses dialog imperatif, bukan dialog interaktif.
d. belajar bukan proses
organik dan konstruktif, melainkan proses mekanik.
e. aktivitas belajar didominasi
oleh kegiatan menghafal dan latihan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam
menerapkan teori behavioristik adalah ciri-cirikuat yang mendasarinya, yaitu
sebagai berikut.
a. mementingkan
pengaruh lingkungan.
b. mementingkan
bagian-bagian.
c. mementingkan peranan
reaksi.
d. mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil
belajar melalui prosedur stimulus respons.
e. mementingkan peranan
kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya.
f. mementingkan
pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan.
g. Hasil belajar yang
dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Sebagai
konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma behavioristik akan
menyusun bahan pelajaran dalam bentuk
yang sudah siap sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa
disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi
instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun
melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana
sampai pada yang kompleks.
Tujuan
pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu
keterampilan tertentu.Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur
dan diamati.Kesalahan harus segera diperbaiki.Pengulangan dan latihan digunakan
supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.Hasil yang diharapkan
dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang
diinginkan.Perilaku yang diinginkan dapat penguatan positif dan perilaku yang
kurang sesuai mendapat penghargaan negatif.Evaluasi atau penilaian didasari
atas perilaku yang tampak.
Kritik
terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru,
bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan
diukur.Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori behavioristik
mempunyai persyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya.Tidak setiap
mata pelajaran bisa memakai metode ini sehingga kejelian dan kepekaan guru pada
situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi
behavioristik.
Metode
behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktik
dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas,
kelenturan, refleks, daya tahan, dan sebagainya. Contohnya,
percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang,
olahraga, dan sebagainya. Teori
ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan
dominasi peran orang dewasa; suka mengulangi dan harus dibiasakan; suka meniru;
dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung, seperti diberi permen
atau pujian.
Penerapan teori
behavioristik yang salah dalam situasi pembelajaran juga mengakibatkan
terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa.
Misalnya, guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu
arah, guru melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid
dipandang pasif, perlu motivasi dari
luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya
mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar
dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang sangat
dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling
efektif untuk menertibkan siswa.
RANGKUMAN
Teori belajar behavioristik adalah
sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Psikologi
mengajar atau teori mengajar berisi tentang petunjuk bagaimana semestinya
mengajar siswa pada usia tertentu, bila ia sudah siap belajar. Jadi pada teori
mengajar terdapat prosedurdantujuanmengajar.
Aliran Psikologi Tingkah Laku Menurut Para
Ahli :
1.
Teori
Thorndike
Belajar
merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang
disebut stimulus dan respons.Setiap respons menimbulkan
stimulus yang baru, dapat digambarkan sebagai berikut.
S R S1 R1 dst.
Dari percobaan Throndike menghasilkan teori trial and error. Ciri-ciri belajar trial and error yaitu adanya aktivitas,
adanya berbagai respons terhadap berbagai situasi, adanya eliminasi terhadap
berbagai respons yang salah, dan adanya kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.
Dengan beberapa hukum :
a.
Hukum
Kesiapan (Law Of Readiness)
Menerangkan bagaimana kesiapan seorang
anak dalam melakukan suatu kegiatan.
b.
Hukum
Latihan (Law Of Exercise)
Jika proses pengulangan sering terjadi,
makin banyak kegiatan ini dilakukan maka hubungan yang terjadi akan bersifat
otomatis.
c.
Hukum
Akibat (Law Of Effect)
Bahwa kepuasan yang terlahir dari
adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan bagi anak.
2. Teori
Skinner
Skinner
menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting
dalam proses belajar. Ganjaran merupakan
respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya
subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan
meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang
sifatnya dapat diamati dan diukur. Kemudian terdapat penguatan positif dan
negatif.
Prinsip Skinner
antara lain sebagai berikut.
h. Hasil
belajar harus segera diberitahukan kepada siswa.
i. Proses
belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
j. Materi
pelajaran menggunakan sistem modul.
k. Dalam
proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman.
l. Dalam
proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
m. Tingkah
laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah.
n. Proses
pembelajaran menggunakan teknik shapping.
3. Teori Ausubel
Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya
dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Ia membedakan belajar
menemukan dengan belajar menerima dan berpendapat bahwa belajar menerima maupun
menemukan sama-sama dapat berupa belajar menghafal atau bermakna.
4. Teori Gagne
Menurut Gagne dalam belajar matematika ada dua
objek yang dapat diperoleh langsung oleh siswa, yaitu objek langsung dan objek
tidak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan
memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika dan
tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta,
keterampilan, konsep, dan aturan.
5. Teori Pavlov
Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan atau
conditioning. Hubungannya dalam kegiatan belajar mengajar agar siswa belajar
dengan baik maka harus dibiasakan.
6. Teori Bandura
Bandura mengemukakan bahwa siswa belajar itu
melalui meniru. Pengertian meniru di sini bukan berarti menyontek, tetapi
meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain, terutama guru.
7. Aliran Latihan Mental
Yang mengemukakan bahwa struktur otak manusia
terdiri atas gumpalan-gumpalan otot, agar ini kuat, maka harus dilatih dengan
beban, makin banyak latihan dan beban yang makin berat,maka otot atau otak itu
makin kuat pula.
Faktor-Faktor Psikologis dalam Belajar berupa motivasi, konsentrasi,
organisasi, pemahaman, ulangan.
Beberapa kelebihan Teori Behavioristik, 1)Membiasakan guru untuk
bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar. 2)Guru tidak banyak
memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar madiri. 3)Mampu membentuk
suatu perilaku yang diinginkan mendapatkan penguatan positif dan perilaku yang
kurang sesuai mendapat penghargaan negatif yang didasari pada perilaku yang
tampak.
Beberapa kekurangan Teori Behavioristik, 1) Sebuah konsekuensi bagi
guru untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap. 2) Tidak
setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode ini. 3) Murid berperan sebagai
pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa yang didengar dan
dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
Aplikasi Teori Behavioristik dalam pembelajaran menurut Suprijono
(2009: 21) pada kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.1) Kegiatan
belajar adalah kegiatan figuratif. 2) Belajar menekankan perolehan informasi
dan penambahan informasi. 3) Belajar merupakan proses dialog imperatif, bukan
dialog interaktif. 4) Belajar bukan proses organik dan konstruktif, melainkan
proses mekanik. 5) aktivitas belajar didominasi oleh kegiatan menghafal dan
latihan.
RANGKUMAN
Teori belajar behavioristik adalah
sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Psikologi
mengajar atau teori mengajar berisi tentang petunjuk bagaimana semestinya
mengajar siswa pada usia tertentu, bila ia sudah siap belajar. Jadi pada teori
mengajar terdapat prosedurdantujuanmengajar.
Aliran Psikologi Tingkah Laku Menurut Para
Ahli :
1.
Teori
Thorndike
Belajar
merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang
disebut stimulus dan respons.Setiap respons menimbulkan
stimulus yang baru, dapat digambarkan sebagai berikut.
S R S1 R1 dst.
Dari percobaan Throndike menghasilkan teori trial and error. Ciri-ciri belajar trial and error yaitu adanya aktivitas,
adanya berbagai respons terhadap berbagai situasi, adanya eliminasi terhadap
berbagai respons yang salah, dan adanya kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.
Dengan beberapa hukum :
a.
Hukum
Kesiapan (Law Of Readiness)
Menerangkan bagaimana kesiapan seorang
anak dalam melakukan suatu kegiatan.
b.
Hukum
Latihan (Law Of Exercise)
Jika proses pengulangan sering terjadi,
makin banyak kegiatan ini dilakukan maka hubungan yang terjadi akan bersifat
otomatis.
c.
Hukum
Akibat (Law Of Effect)
Bahwa kepuasan yang terlahir dari
adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan bagi anak.
2. Teori
Skinner
Skinner
menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting
dalam proses belajar. Ganjaran merupakan
respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya
subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan
meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang
sifatnya dapat diamati dan diukur. Kemudian terdapat penguatan positif dan
negatif.
Prinsip Skinner
antara lain sebagai berikut.
a. Hasil
belajar harus segera diberitahukan kepada siswa.
b. Proses
belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c. Materi
pelajaran menggunakan sistem modul.
d. Dalam
proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman.
e. Dalam
proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
f. Tingkah
laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah.
g. Proses
pembelajaran menggunakan teknik shapping.
3. Teori Ausubel
Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya
dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Ia membedakan belajar
menemukan dengan belajar menerima dan berpendapat bahwa belajar menerima maupun
menemukan sama-sama dapat berupa belajar menghafal atau bermakna.
4. Teori Gagne
Menurut Gagne dalam belajar matematika ada dua
objek yang dapat diperoleh langsung oleh siswa, yaitu objek langsung dan objek
tidak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan
memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika dan
tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta,
keterampilan, konsep, dan aturan.
5. Teori Pavlov
Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan atau
conditioning. Hubungannya dalam kegiatan belajar mengajar agar siswa belajar
dengan baik maka harus dibiasakan.
6. Teori Bandura
Bandura mengemukakan bahwa siswa belajar itu
melalui meniru. Pengertian meniru di sini bukan berarti menyontek, tetapi
meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain, terutama guru.
7. Aliran Latihan Mental
Yang mengemukakan bahwa struktur otak manusia
terdiri atas gumpalan-gumpalan otot, agar ini kuat, maka harus dilatih dengan
beban, makin banyak latihan dan beban yang makin berat,maka otot atau otak itu
makin kuat pula.
Faktor-Faktor
Psikologis dalam Belajar berupa motivasi, konsentrasi, organisasi, pemahaman,
ulangan.
Beberapa kelebihan Teori Behavioristik, 1)Membiasakan guru untuk
bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar. 2)Guru tidak banyak
memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar madiri. 3)Mampu membentuk
suatu perilaku yang diinginkan mendapatkan penguatan positif dan perilaku yang
kurang sesuai mendapat penghargaan negatif yang didasari pada perilaku yang
tampak.
Beberapa kekurangan Teori Behavioristik, 1) Sebuah konsekuensi bagi
guru untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap. 2) Tidak
setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode ini. 3) Murid berperan sebagai
pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa yang didengar dan
dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
Aplikasi Teori
Behavioristik dalam Pembelajaran Menurut Suprijono (2009: 21) pada kegiatan
pembelajaran adalah sebagai berikut.1) Kegiatan belajar adalah kegiatan
figuratif. 2) Belajar menekankan perolehan informasi dan penambahan informasi.
3) Belajar merupakan proses dialog imperatif, bukan dialog interaktif. 4)
Belajar bukan proses organik dan konstruktif, melainkan proses mekanik. 5)
aktivitas belajar didominasi oleh kegiatan menghafal dan latihan.
DAFTAR PUSTAKA
Tim MKPBM
Jurusan Pendidikan Matematika. 2001. Strategi
Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : JICA-Universitas Pendidikan
Indonesia.
Thobroni, M. 2015. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta :
Ar-Ruzz Media. Budiningsih, Asri. 2012. Belajar
dan Pembelajaran. Jakarta : Bineka Cipta.Mahmud, M.Dimyati. 1990. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta :
BPFE.
0 komentar:
Posting Komentar