Sabtu, 06 Oktober 2018

Aliran Psikologi Tingkah Laku (Behavioristik)






ALIRAN PSIKOLOGI TINGKAH LAKU
MAKALAH
Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Strategi Belajar Mengajar Matematika
Diasuh oleh : Dra.  Hj. Noor Fajriah, M.Si / Asdini Sari, M.Pd
Oleh :
Kelompok 1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
SEPTEMBER 2015
ALIRAN PSIKOLOGI TINGKAH LAKU

A.  Mengenal Teori Behavioristik (Tingkah Laku)
Aliran behaviorisme berpendapat bahwa berpikir adalah gerakan-gerakan reaksi yang dilakukan oleh urat syaraf dan otot-otot bicara seperti halnya bila kita mengucapkan buah pikiran (Purwanto, 2002:45). Pada behaviorisme unsur yang paling sederhana adalah refleks. Refleks adalah gerakan atau reaksi tak sadar yang disebabkan adanya perangsang dari luar. Semua keaktifan jiwa yang lebih tinggi, seperti perasaan, kemauan, dan berpikir, dikembalikan kepada refleks.Dalam penyelidikannya terhadap tingkah laku manusia, behaviorisme hanya berfokus pada tingkah laku luar saja (badaniah).
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Teori belajar selalu bertolak dari sudut pandang psikologi belajar tertentu. Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, seiring hal tersebut bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Psikologi belajar atau disebut pula dengan teori belajar adalah teori yang mempelajari perkembangan intelekual (mental) siswa. Di dalamnya terdiri dari dua hal, yaitu:
1.        Uraian tentang apa yang terjadi dan diharapkan terjadi pada intelektual anak.
2.        Uraian tentang kegiatan intelektual anak mengenai hal-hal yang bisa dipikirkan pada usia tertentu.
Psikologi mengajar atau teori mengajar berisi tentang petunjuk bagaimana semestinya mengajar siswa pada usia tertentu, bila ia sudah siap belajar. Jadi pada teori mengajar terdapat prosedur dan tujuan mengajar.
Pada pelaksanaannya kedua teori tersebut tidak bisa dipisahkan, seperti halnya kata belajar mengajar. Peristiwa mengajar selalu disertai dengan peristiwa belajar, ada guru yang mengajar dan harus ada pula siswa yang belajar. Tetapi jika dibalik, ada siswa yang belajar belum tentu ada guru yang mengajar, sebab belajar bisa dilakukan secara sendiri. Oleh karena itu, yang kita pakai adalah ungkapan kata belajar mengajar, yang didahulukan peristiwa belajar, agar siswa bisa sendiri sesuai semboyan pendidikan yaitu “Tut Wuri Handayani”. Jadi pada teori mengajar terdapat prosedur dan tujuan mengajar. Dalam proses belajar siswa merupakan subjek dan bukan objek, selanjutnya peristiwa belajar dan mengajar ini sesuai dengan istilah dalam kurikulum akan disebut pembelajaran, yang berkonotasi pada proses kinerja yang sinergi antara setiap komponennya.
Dengan menguasai psikologi pembelajaran, guru bisa mengetahui kemampuan yang telah dimiliki siswa dan bagaimana proses berfikirnya. Disamping itu, ia mengetahui pula tentang bagaimana menciptakan kegiatan pembelajaran sesuai dengan kondisi siswa dan tujuan pembelajaran.

B.  Aliran Psikologi Tingkah Laku Menurut Para Ahli :
1.    Teori Thorndike
Menurut Edward Lee Thorndike (Suprijono, 2009: 20), belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respons. Eksperimen yang dilakukan adalah dengan kucing yang dimasukkan pada sangkar tertutup. Pintunya akan dapat dibuka secara otomatis bila knop di dalam sangkar disentuh. Setiap respons menimbulkan stimulus yang baru. Selanjutnya, stimulus baru ini akanmenimbulkan respons lagi, demikian selanjutnya sehingga dapat digambarkan sebagai berikut.
S          R         S1        R1       dst
Dalam percobaan tersebut, apabila diluar sangkar diletakkan makanan, kucing berusaha untuk mencapainya dengan cara meloncat-loncat. Dengan tidak sengaja, kucing telah menyentuh knop. Maka, terbukalah pintu sangkar tersebut dan kucing segera lari ke tempat makan.  Percobaan ini diulangi untuk beberapa kali dan setelah kurang lebih 10 sampai dengan 12 kali, kucing baru dapat dengan sengaja menyentuh knop tersebut apabila di luar diletakkan makanan.
Percobaan tersebut menghasilkan teori trial and error.Ciri-ciri belajar trial and error yaitu adanya aktivitas, adanya berbagai respons terhadap berbagai situasi, adanya eliminasi terhadap berbagai respons yang salah, dan adanya kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan.Jika dalam usaha mencoba-coba itu secara ada kebetulan ada perbuatan yang kebetulan cocok, kemudian dipegangnya.Karena latihan yang terus-menerus, waktu yang dipergunakan untuk melakukan perbuataan yang cocok itu semakin lama semakin efisien.
Edward L. Thorndike (1874-1949) mengemukan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan law of effect. Menurut hukum ini belajar akan lebih berhasil bila respon murid terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasan ini bisa timbul sebagai akibat anak mendapatkan pujian atau ganjaran lainnya. Stimulus termsasuk reinforcement. Setelah anak berhasil melaksanakan tugasnyadengan tepat dan cepat, diri anak muncul kepusan diri sebagai akibat sukses diraihnya. Anak memperoleh kesuksesan yang pada gilirannya akan mengantarkan dirinya ke jenjang kesuksesan.
Teori belajar stimulus respon yang dikemukakan oleh Thorndike ini disebut juga koneksionisme. Teori ini mengatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon. Terdapat beberapa dalil:
a.    Hukum Kesiapan (Law Of Readiness)
Hukum Kesiapan menerangkan bagaimana kesiapan seorang anak dalam melakukan suatu kegiatan. Seorang anak yang mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu dan kemudian dia benar melakukan kegiatan tersebut, maka tindakannya akan melahirkan kepuasan bagi dirinya. Tindakan-tindakan lain yang dia lakukan tidak menimbulkan kepuasan bagi dirinya.
Seorang anak yang mempunyai kecenderungan untuk bertindak dan kemudian bertindak, sedangkan tindakannya itu mengakibatkan ketidakpuasan bagi dirinya, akan selalu menghindari dirinya dari tindakan-tindakan  yang melahirkan ketidakpuasan itu.
Seorang anak yang tidak mempunyai kecenderungan untuk bertindak atau melakukan kegiatan tertentu, sedangkan orang tersebut ternyata melakukan tindakan,maka apa yang dilakukannya itu akan menimbulkan rasa tidak puas bagi dirinya. Dia akan melakukan tindakan lain untuk meghilangkan ketidakpuasan tersebut.
Dari ciri-ciri diatas dapat disimpulkan bahwa seorang anak akan lebih berhasil belajar jika ia telah siap untuk melakukan kegiatan belajar.

b.    Hukum Latihan (Law Of Exercise)
Hukum latihan menyatakan bahwa jika hubungan stimulus respon sering terjadi, akibatnya hubungan akan semakian kuat. Sedangkan makin jarang hubungan stimulus respon dipergunakan maka makin lemahnya hubungan yang terjadi.
Hukum latihan pada dasarnya menggunakan bahwa stimulus dan respon akan memiliki hubungan satu sama lain secara kuat, jika proses pengulangan sering terjadi, makin banyak kegiatan ini dilakukan maka hubungan yang terjadi akan bersifat otomatis. Seorang anak dihadapkan pada suatu persoalan yang sering ditemuinya akan segera melakukan tanggapan secara cepat sesuai dengan pengalamannya pada waktu sebelumnya.
Kenyataan menunjukkan bahwa pengulangan yang akan memberikan dampak positif adalah pengulangan yang frekuensinya teratur, bentuk pengulangannya yang tidak membosankan dan kegiatan disajikan dengan cara yang menarik.
Sebagai contoh untuk mengajarkan konsep pemetaan yang diikuti dengan contoh-contoh relasi. Guru menguji apakah anak sudah benar-benar menguasai konsep pemetaan. Untuk itu guru menanyakan apakah semua relasi yang diperlihatkannya itu termasuk pemetaan atau tidak. Jika tidak, anak diminta untuk menjelaskan alasan atau sebab-sebab kriteria pemetaan tidak terpenuhi. Penguatan konsep lewat caraini dilakukan dengan pengulangan. Namun tidak berarti bahwa pengulangannya dilakukan dengan bentuk pertanyaan atau informasi yang sama, melainkan dalam bentuk informasi yang dimodifikasi, sehingga anak tidak merasa bosan.

c.    Hukum Akibat (Law Of Effect).
Dalam hukum akibat ini dapat disimpulkan bahwa kepuasan yang terlahir dari adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan bagi anak, dan anak cenderung untuk berusaha melakukan atau meningkatkan apa yang telah dicapainya itu. Guru yang memberi senyuman wajar terhadap jawaban anak, akan semakin menguatkan konsep yang tertanam pada diri anak. Kata-kata “Bagus”, “Hebat” , ”Kau sangat teliti” dan semacamnya akan merupakan hadiah bagi anak yang kelak akan meningkatkan dirinya dalam menguasai pelajaran.
Sebaliknya guru juga harus tanggap terhadap respon anak yang salah. Jika kekeliruan anak dibiarkan tanpa penjelasan yang benar dari guru, ada kemungkinan anak akan menganggap benar dan kemudian mengulanginya. Anak yang menyelesaikan tugas atau pekerjaan rumah, namun hasil kerjanya itu tidak diperiksa oleh gurunya, ada kemungkinan beranggapan bahwa jawaban yang dia berikan adalah benar. Anggapan ini akan mengakibatkan jawaban yang tetap salah disaat anak mengikuti tes.
Demikian pula anak yang telah mengikuti ulangan dan mendapat nilai jelek, perlu diberitahukan kekeliruan yang dilakukannya pada saat mengikuti tes. Tidaklah mengherankan, sekiranya jika anak yang diberi tes berulang namun hasilnya masih tetap buruk. Ada kemungkinan konsep yang dipegangnya itu dianggap sebagai jawaban yang benar. Penguatan seperti ini akan sangat merugikan anak. Oleh karena itu perlu dihilangkan.
Dari hukum akibat ini dapat disimpulkan bahwa jika terdapat asosiasi yang kuat antara pertanyaan dan jawaban, maka bahan yang disajikan akan tertanam lebih lama dalam ingatan anak.

Di samping itu, Thorndike mengutamakan pula bahwa kualitas dan kuantitas hasil belajar siswa tergantung dari kualitas dan kuantitas Stimulus-Respon (SR) dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar. Makin banyak dan makin baik kualitas S-R itu (yang diberikan guru) makin banyak dan makin baik pula hasil belajar siswa.
Thorndike menambahkan hukum tambahan sebagai berikut.
a.       Hukum Reaksi Bervariasi (Multiple Response)
Hukum ini mengatakan bahwa pada individu diawali oleh proses trial and error yang menunjukkan adanya bermacam-macam respons sebelum memperoleh respons yang tepat dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
b.      Hukum Sikap (Set/Attitude)
Hukum ini menjelaskan bahwa perilaku belajar seseorang tidak hanya ditentukan oleh hubungan stimulus dengan respons saja, tetapi juga ditentukan keadaan yang ada dalam diri individu, baik kognitif, emosi, sosial, maupun psikomotornya.
c.       Hukum Aktivitas Berat Sebelah (Prepotency of Element)
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam proses belajar memberikan respons pada stimulus tertentu saja sesuai dengan persepsinya terhadap keseluruhan situasi (respons selektif).
d.      Hukum Response by Analogy
Hukum ini mengatakan bahwa individu dalam melakukan respons pada situasi yang belum pernah dialami karena individu sesungguhnya dapat menghubungkan situasi yang belum pernah dialami dengan situasi lama yang pernah dialami sehingga terjadi transfer atau perpindahan unsure-unsur yang telah di kenal disituasi baru. Semakin banyak unsur yang sama, transfer akan semakin mudah.
e.       Hukum Perpindahan Asosiasi (Associative Shifting)
Hukum ini mengatakan bahwa proses peralihan dari situasi yang dikenal kesituasi yang belum dikenal, dilakukan secara bertahap dengan cara menambahkan sedikit demi sedikit unsur baru dan membuang sedikit unsur lama.
Selain menambahkan hukum-hukum baru, dalam perjalanan penyampaian teorinya. Thorndike mengemukakan revisi Hukum Belajar antara lain sebagai berikut.
a.    Hukum latihan ditinggalkan karena ditemukan pengulangan saja tidak cukup untuk memperkuat hubungan stimulus respons, sebaliknya tanpa pengulangan pun hubungan stimulus respons belum tentu diperlemah.
b.    Hukum akibat direvisi. Thorndike mengatakan bahwa yang berakibat positif untuk perubahan tingkah laku adalah hadiah, sedangkan hukuman tidak berakibat apa-apa.
c.    Syarat utama terjadinya hukuman stimulus respons bukan kedekatan, melainkan adanya saling sesuai antara stimulus dan respons.
d.   Akibat suatu perbuatan dapat menular, baik pada bidang lain maupun pada individu lain.
Teori koneksionisme menyebutkan pula konsep transfer of training, yaitu kecakapan yang telah diperoleh dalam belajar dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang lain. Perkembangan teorinya berdasarkan pada percobaan terhadap kucing dengan masalah kotaknya.
Teori ini memiliki beberapa kelemahan (Purwanto, 2002: 100) yaitu sebagai berikut.
a. Terlalu memandang manusia sebagai mekanismus dan otomatisme belaka yang disamakan dengan hewan. Meskipun banyak tingkah laku manusia yang otomatis, tidak selalu bahwa manusia dipengauhi oleh trial and error.  Trial and error tidak berlaku mutlak bagi manusia.
b. Memandang belajar hanya merupakan asosiasi antara stimulus dan respons. Dengan demikian,yang dipentingkan dalam belajar adalah memperkuat asosiasi tersebut dengan latihan-latihan atau ulangan-ulangan yang terus-menerus.
c. Karena proses belajar berlangsung secara mekanistis, “pengertian” tidak dipandangnya sebagai suatu yang pokok dalam belajar. Mereka mengabaikan “pengertian” sebagai unsur yang pokok dalam belajar.
Implikasi dari aliran pengaitan ini dalam kegiatan belajar mengajar sehari-hari adalah bahwa:
a.    Dalam menjelaskan suatu konsep tertentu, guru sebaiknya mengambil contoh yang sekiranya sudah sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Alat peraga dari alam sekitar akan lebih dihayati.
b.    Metode pemberian tugas, metode latihan (drill dan practic) akan lebih cocok. Karena siswa akan lebih banyak mendapatkan stimulus sehingga respons yang diberikan pun akan lebih banyak.
c.    Dalam kurikulum, materi disusun dari materi yang mudah, sedang, dan sukar sesuai dengan tingkat kelas dan tingkat sekolah. Penguasaan materi yang lebih mudah sebagai akibat untuk dapat menguasai materi yang lebih sukar.

2.    Teori Skinner
Brush Federic Skinner berkebangsaan Amerika dikenal sebagai tokoh behavioris dengan pendekatan model instruksi langsung dan meyakini bahwa perilaku dikontrol melalui proses operant conditioning. Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Terdapat perbedaan antara ganjaran dan penguatan. Ganjaran  merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur.
Dalam teorinya Skinner menyatakan bahwa penguatan terdiri atas penguatan negatif (tambahan). Penguatan dapat dianggap sebagai stimuluspositif, jika penguatan tersebut seiring dengan meningkatnya perilaku anak dalam melakukan pengulangan perilakunya itu. Dalam hal ini penguatan yang diberikan pada anak memperkuat tindakan anak, sehingga anak semakin sering melakukannya.Tingkah laku yang baik diperkuat oleh penghargaan, sedangkan tingkah laku yang sebaliknya dihilangkan dengan cara memberi hukuman yang ringan tetapi tegas.
Yang termasuk contoh penguatan positif diantaranya adalah pujian  yang diberikan pada anak memperkuat tindakan anak. Sikap guru yang bergembira pada saat anak menjawab pertanyaan, merupakan penguatan positif pula.
Untuk mengubah tingkah laku anak dari negatif menjadi positif , guru perlu mengetahui psikologi yang dapat digunakan untuk memperkirakan (memprediksi) dan mengendalikan tingkah laku anak. Guru didalam kelas mempunyai tugas untuk mengarahkan anak dalam aktivitas belajar karena pada saat tersebut, kontrol berada pada guru, yang berwenang memberikan instruksi ataupun larangan pada anak didiknya.
Penguatan akan berbekas pada diri anak.  Mereka yang mendapat pujian setelah berhasil menyelesaikan tugas atau menjawab pertanyaan biasanya akan berusaha memenuhi tugas berikutnya dengan penuh semangat. Penguatan yang berbentuk hadiah atau pujian akan memotivasi anak untuk rajin belajar dan mempertahankan prestasi yang diraihnya. Penguatan seperti itu sebaiknya segera diberikan dan tak perlu ditunda-tunda.
       Karena penguatan akan berbekas pada anak, sedangkan hasil penguatan diharapkan positif, maka penguatan yang diberikan tentu harus diarahkan pada respon tersebut sebenarnya tidak diperlukan.
       Skinner menambahkan bahwa jika respon siswa baik (menunjang efektivitas pencapaian tujuan) harus segera diberikan penguatan positif agar respon tersebut lebih baik lagi, atau minimal perbuatan baik itu dipertahankan. Misalnya dengan mengatakan “bagus, pertahankan prestasimu” untuk siswa yang mendapat nilai tes yang memuaskan. Sebaliknya jika respon siswa kurang atau tidak diharapkan sehingga tidak menunjang tujuan pengajaran, harus segera diberi penguatan agar respon tersebut tidak diulangi lagi dan berubah menjadi respon yang sifatnya positif. Penguatan negatif ini bisa berupa teguran, peringatan atau sangsi (hukuman edukatif).
Beberapa prinsip Skinner antara lain sebagai berikut.
a.       hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa. Jika salah, dibetulkan; jika benar, diberi penguat.
b.      proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c.       materi pelajaran menggunakan sistem modul.
d.      dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman. Untuk itu, lingkungan perlu diubah, untuk menghindari adanya hukuman.
e.       dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
f.       tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah, dan sebaiknya hadiah diberikan dengan digunakannya jadwal Variabel Rasio Reinforcer.
g.      proses pembelajaran menggunakan teknik shapping.
3.    Teori Ausubel
Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Ia membedakan belajar menemukan dengan belajar menerima, jadi tinggal menghafalnya. Tetapi pada belajar menemukan konsep ditemukan oleh siswa, jadi tidak menerima pelajaran begitu saja. Selain itu untuk dapat membedakan antara belajar menghafal dengan belajar bermakna. Pada belajar menghafal, siswa menghafal materi yang sudah diterimanya, tetapi pada belajar bermakna materi yang diperoleh itu dikembangkan dengan keadaan lain sehingga belajar lebih dimengerti.
Sewaktu metode menemukan dianggap sebagai suatu metode mengajar yang baik karena bermakna, dan sebaliknya metode ceramah adalah metode yang merupakan belajar menerima, David Ausubel menentang pendapat itu. Ia berpendapat bahwa dengan metode penemuan maupun dengan metode ceramah bisa menjadi belajar menerima atau belajar bermakna, tergantung dari situasinya.
Selanjutnya, Ausubel mengemukan bahwa metode ekspositori adalah metode mengajar yang baik dan bermakna. Hal ini dikemukan berdasarkan hasil penelitiannya. Belajar menerima maupun menemukan sama-sama dapat berupa belajar menghafal atau bermakna. Misalnya dalam mempelajari konsep Phytagoras tentang segitiga siku-siku, mungkin bentuk akhir c2= b2+a2 sudah disajikan(belajar menerima), tetapi jika siswa memahami rumus itu selalu dikaitkan dengan sisi-sisi sebuah segitiga siku-siku akan merupakan belajar bermakna. Siswa lain memahami rumus itu dengan cara melalui pencarian tetapi bila kemudian ia menghafalkannya tanpa dikaitkan dengan sisi sebuah segitiga siku-siku menjadi menghafal.

4.    Teori Gagne
Gagne adalah seorang psikolog pendidikan berkebangsaan Amerika yang dikenal dengan penemuannya berupa condition of learning. Gagne disebut sebagai Modern Neobehavioris yang mendorong guru untuk merencanakan instruksional pembelajaran agar suasana dan gaya belajar dapat dimodifikasi. Keterampilan paling rendah menjadi dasar bagi pembentukan kemampuan yang lebih tinggi dalam hierarki keterampilan intelektual. Guru harus mengetahui kemampuan dasar yang harus disiapkan. Belajar dimulai dari hal yang paling sederhana kemudian dilanjutkan pada yang lebih kompleks (belajar SR, rangkaian SR, asosiasi verbal, diskriminasi, dan belajar konsep) sampai pada tipe belajar yang lebih tinggi (belajar aturan dan pemecahan masalah). Praktiknya, gaya belajar tersebut tetap mengacu pada asosiasi stimulus respons.
Menurut Gagne dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh langsung oleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tidak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan.
Fakta adalah objek matematika yang tinggal menerimanya, seperti lambang bilangan, sudut, dan notasi-notasi matematika lainnya. Kemampuan berupa memberikan jawaban dengan tepat dan cepat,misalnya melakukan pembagian bilangan yang cukup besar dengan bagi kurang, menjumlahkan pecahan, melukis sumbu sebuah ruas garis.
Konsep adalah ilmu abstrak yang memungkinkan kita dapat mengelompokkan objek ke dalam contoh dan noncontoh misalkan konsep, bujur sangkar, bilangan prima, himpunan, dan fektor.
Aturan adalah objek yang paling abstrak yang berupa sifat dan teorema. Menurut Gagne, belajar dapat dikelompokkan menjadi delapan titik belajar yaitu: belajar isyarat, stimulus respon, rangkaian gerak, rangkaian verbal, belajar membedakan, pembentukan konsep, pembentukan aturan, dan pemecahan masalah.
Belajar isyarat adalah belajar yang tingkatnya paling rendah, karena tidak ada niat atau spontanitas. Contohnya menyenangi atau menghindari pelajaran karena akibat perilaku gurunya. Stimulus-respons merupakan kondisi belajar yang ada niat diniati dan responsnya jasmaniah. Misalnya siswa meniru tulisan guru di papan tulis. Rangkaian gerak adalah perbuatan jasmaniah perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih dalam rangka stimulus-respons. Rangkaian verbal adalah perbuatan lisan terurut dari dua kegiatan atau lebih dalam rangka stimulus-respons. Contohnya adalah mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan guru secara lisan. Belajar membedakan adalah belajar memisah-misah rangkaian yang bervariasai. Pembentukan konsep disebut juga tipe belajar pengelompokan, yaitu belajar melihat sifat bersama benda-benda konkrit atau peristiwa untuk dijadikan suatu kelompok. Dalam hal tertentu tipe belajar yang mengharapkan siswa untuk mampu memberikan respon terhadap stimulus dengan segala macam perbuatan. Kemampuan disini terutama adalah kemampuan menggunakannya. Misalnya pemahaman terhadap rumus kuadratis dan menggunakannya dalam menyelesaikan persamaan kuadrat. Belajar pemecahan masalah adalah tipe belajar yang paling tinggi karena lebih kompleks dari pembentukan aturan.
Dalam pemecahan masalah biasanya ada 5 langkah yang harus dilakukan, yaitu :
a.         Menyajikan masalah dalam bentuk yang lebih jelas.
b.        Menyatakan masalah dalam bentuk yang lebih operasional.
c.         Menyusun hipotesis-hipotesis alternatif dan prosedur kerja yang diperkirakan baik.
d.        Menguji hipotesis dan melakukan kerja untuk memperoleh hasilnya.
e.         Mengecek kembali hasil yang sudah diperoleh.
Lebih jauh Gagne mengemukakan bahwa hasil belajar harus didasarkan pada pengamatan tingkah laku, melalui stimulus respons dan belajar bersyarat. Alasannya adalah bahwa manusia itu mekanisme pasif yang bisa dikontrol melalui imbalan dan hukuman.

5.    Teori Pavlov
        Ivan Petovich Pavlov lahir 14 september 1849 di Ryazan, Rusia, yaitu desa tempat tinggal ayahnya, Peter Dmitrievich Pavlov, menjadi seorang pendeta. Ia dididik di sekolah gereja dan melanjutkan ke Seminari Teologi. Pavlov lulus sebagai Sarjana Kedokteran dengan bidang dasar Fisiologi.
Pavlov terkenal dengan teori belajar klasik. Ia melakukan percobaan terhadap seekor anjing, anjing itu dikurung dalam suatu kandang dalam waktu tertentu dan diberi makan. Selanjutnya, setiap akan diberi makan Pavlov membunyikan bel, ia memperhatikan bahwa setiap dibunyikan bel pada waktu tertentu anjing itu mangeluarkan air liurnya, walaupun tidak diberi makanan.
Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan atau conditioning. Dalam hubungannya dalam kegiatan belajar mengajar agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan soal peekerjaan rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya, menjelaskannya, atau memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya
       Dari Eksperimen Pavlov setelah pengondisian atau pembiasaan dapat diketahui bahwa daging yang menjadi stimulus alami dapat digantikan oleh bunyi lonceng sebagai stimulus yang dikondisikan.Ketika lonceng dibunyikan, ternyata air liur anjing keluar sebagai respons yang dikondisikan.
Dalam kehidupan sehari-hari, ada situasi yang sama seperti pada anjing. Sebagai contoh, suara lagu dari penjual es krim Walls yang berkeliling dari rumah ke rumah. Awalnya mungkin suara itu asing, tetapi setelah si penjual es krim sering lewat, nada lagu tersebut bisa menerbitkan air liur, apalagi pada siang hari yang panas. Bayangkan bila tidak ada lagu tersebut, betapa lelahnya si penjual berteriak-teriak menjajakan dagangannya. Contoh lainnya adalah bunyi bel di kelas untuk penanda waktu atau tombol antrian di bank. Tanpa disadari, terjadi proses menandai sesuatu, yaitu membedakan bunyi-bunyian dari pedagang makanan (rujak, es, nasi goreng, siomay) yang sering lewat di rumah, bel masuk kelas-istirahat atau usai sekolah dan antre di bank tanpa harus berdiri lama.
Dari contoh tersebut, dapat diketahui bahwa dengan menerapkan strategi Pavlov, ternyata individu dapat dikendalikan melalui cara mengganti stimulus alami dengan stimulus yang tepat untuk mendapatkan pengulangan respons yang diinginkan, sementara individu tidak menyadari bahwa ia dikendalikan oleh stimulus yang berasal dari luar dirinya.
6.    Teori Bandura
Albert Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925 di Mondare, Alberta, berkebangsaan Kanada. Ia adalah seorang psikolog yang terkenal dengan teori belajar sosial atau kognitif sosial serta efikasi diri. Eksperimennya yang sangat terkenal adalah ekspirimen Bobo Doll yang menunjukkan anak meniru secara persis perilaku agresif orang dewasa sekitarnya.
Bandura mengemukakan bahwa siswa belajar itu melalui meniru. Pengertian meniru di sini bukan berarti menyontek, tetapi meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain, terutama guru. Jika tulisan guru baik, guru berbicara sopan santun, tingkah laku yang terpuji, menerangkan dengan jelas dan sistematis, maka siswa akan menirunya. Jika contoh yang dilihat kurang baik maka ia pun akan menirunya. Dengan demikian guru harus menjadi manusia model yang profesional.
Faktor-faktor yang berproses dalam belajar observasi adalah sebagai berikut.
1. perhatian: mencakup peristiwa peniruan dan karakteristik pengamat.
2. penyimpanan atau proses mengingat: mencakup kode pengodean simbolik
3. reproduksi motorik: mencakup kemampuan fisik, kemampuan meniru, dan keakuratan umpan balik.
4. Motivasi: mencakup dorongan dari luar dan penghargaan terhadap diri sendiri.
Selain itu, juga harus diperhatikan bahwa faktor model atau teladan mempunyai prinsip-prinsip sebagai berikut.
1.  Tingkat tertinggi belajar dari pengamatan diperoleh dengan cara mengorganisasikan sejak awal dan mengulangi perilaku secara simbolik kemudian melakukannya.
2. Individu lebih menyukai perilaku yang ditiru jika sesuai dengan nilai yang dimilikinya.
3.  Individu akan menyukai perilaku yang ditiru jika model atau panutan tersebut disukai dan dihargai dan perilakunya mempunyai nilai yang bermanfaat.
Karena melibatkan atensi, ingatan, dan motivasi, teori Bandura dilihat dalam kerangka teori behavior kognitif.Teori belajar sosial membantu memahami terjadinya perilaku agresi dan penyimpangan psikologi dan bagaimana memodifikasi perilaku.Teori Bandura menjadi dasar dari perilaku pemodelan yang digunakan dalam berbagai pendidikan secara massal.
7.    Aliran Latihan Mental
Aliran ini berkembang sampai dengan abad 20, yang mengemukakan bahwa struktur otak manusia terdiri atas gumpalan-gumpalan otot, agar ini kuat, maka harus dilatih dengan beban, makin banyak latihan dan beban yang makin berat,maka otot atau otak itu makin kuat pula, oleh karena itu jika anak atau siswa ingin pandai, maka ia harus dilatih otaknya dengan cara banyak berlatih memahami dan mengerjakan soal-soal yang benar, makin sukar materi itu makin pandai pula anak tersebut.
Struktur kurikulum pada masa itu berisikan materi-materi pelajaran yang sulit, sehingga orang sedikit yang bersekolah karena tidak kuat untuk mengikutinya. Di samping faktor lain seperti keturunan, biaya, dan kesadaran akan pentingya sekolah yang belum dimiliki.

C.  Faktor-Faktor Psikologis dalam Belajar
Faktor-faktor psikologis yang dikatakan memiliki peranan penting itu, dapat dipandang sebagai cara-cara berfungsinya pikiran siswa dalam hubungannya dengan pemahaman bahan pelajaran, sehingga penguasaan terhadap bahan yang disajikan lebih mudah dan efektif. Dengan demikian, proses belajar mengajar itu akan berhasil baik, kalau didukung oleh faktor-faktor psikologi dari pelajar. Thomas F. Staton menguraikan enam macam faktor psikologis itu, antara lain :
a.       Motivasi
Seseorang akan berhasil dalam belajar, kalau pada dirinya sendiri ada keinginan untuk belajar. Inilai prinsip dan hukum pertama dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran.Keinginan atau dorongan untuk belajar inilah yang disebut dengan motivasi. Motivasi dalam hal ini meliputi 2 hal : 1. Mengetahui apa yang akan dipelajari; 2. Memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari. Tanpa motivasi kegiatan belajar mengajar sulit untuk berhasil.
b.      Konsentrasi
Dimaksudkan memusatkan segenap kekuatan perhatian pada  situasi belajar. Unsur motivasi dalam hal ini sangat membantu tumbuhnya proses pemusatan perhatian. Di dalam konsentrasi ini keterlibatan mental secara detail sangat diperlukan sehingga tidak perhatian sekedarnya.

c.       Reaksi
Di dalam kegiatan belajar diperlukan keterlibatan unsur fisik maupun mental, sebagai suatu wujud reaksi.Pikiran dan otot-ototnya harus dapat bekerja secara harmonis, sehingga subjek belajar itu bertindak atau melakukannya. Belajar harus aktif, tidak sekedar apa adanya, menyerah pada lingkungan, tetapi semua itu harus dipandang sebagai tantangan yang memerlukan reaksi, jadi orang yang belajar harus aktif, bertindak dan melakukannya dengan segala panca inderanya secara optimal.
d.      Organisasi
Dalam hal ini dibutuhkan keterampilan mental untuk mengorganisasikan stimulus (fakta-fakta, ide-ide). Untuk membantu siswa agar cepat dapat  mengorganisasikan fakta atau ide-ide dalam pikirannya, maka diperlukan perumusan tujuan yang jelas dalam belajar. Dengan demikian akan terjadi proses yang logis.
e.       Pemahaman
Pemahaman dapat diartikan menguasai sesuatu dengan pikiran.Karena itu belajar berarti harus mengerti secara mental makna dan filosofisnya, maksud dan implikasi serta aplikasi-aplikasinya, sehingga menyebabkan siswa dapat memahami suatu situasi.Hal ini sangat penting bagi siswa yang belajar.Memahami maksudnya, menangkap maknanya, adalah tujuan akhir dari setiap belajar.Pemahaman memiliki arti yang sangat mendasar yang meletakkan bagian-bagian belajar pada proporsinya. Tanpa itu, skill pengetahuan dan sikap tidak akan bermakna.
f.       Ulangan
Mengulang-ulang suatu pekerjaan atau fakta yang sudah dipelajari membuat kemampuan para siswa untuk mengingatnya akan semakin bertambah. Kegiatan mengulang harus disertai dengan pikiran dan bertujuan. Ulangan tanpa pemikiran akan sia-sia.

D.  Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik
1.    Kelebihan Teori Behavioristik.
a.       Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar.
b.      Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar madiri. Jika menemukan kesulitan, baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan.
c.       Mampu membentuk suatu perilaku yang diinginkan mendapatkan penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif yang didasari pada perilaku yang tampak.
d.      Dengan melalui pengulangan dan pelatihan yang berkesinambungan dapat mengoptimalkan bakat dan kecerdasan siswa yang sudah mahir dalam satu bidang tertentu, akan lebih dapat dikuatkan lagi dengan pembiasaan dan pengulangan yang berkesinambungan tersebut dan lebih optimal.
e.       Bahan pelajaran yang disusun secara hirarkies dari yang sederhana sampai pada yang kompleks dengan tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu mampu menghasilkan suatu perilaku yang konsisten terhadap bintang tertentu.
f.       Dapat menggant stimulus yang satu dengan stimulu yang lainnya dan seterusnya sampai respons yang diinginkan muncul.
g.      Teori ini cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktik dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur kecepatan, spontanitas, dan daya tahan.
h.      Teori behavioristik juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka meniru, dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung.

2.    Kekurangan Teori Behavioristik.
a.       Sebuah konsekuensi bagi guru untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.
b.      Tidak setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode ini.
c.       Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
d.      Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.
e.       Murid dipandang pasif, perlu motivasi dari luar dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru.
f.       Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan mengahafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif sehingga inisiatif siswa terhadap suatu permasalahan yang muncul secara temporer tidak bisa diselesaikan oleh siswa.
g.      Cenderung mengarahkan siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
h.      Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru (teacher centered learning) bersifat mekanistik dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.
i.        Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran yang tidak menyenangkan bagi siswa yaitu guru sebagai centre, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid.
D. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran
Menurut Suprijono (2009: 21), implikasi prinsip-prinsip behavioristik pada kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.
a. kegiatan belajar adalah kegiatan figuratif.
b. belajar menekankan perolehan informasi dan penambahan informasi.
c. belajar merupakan proses dialog imperatif, bukan dialog interaktif.
d. belajar bukan proses organik dan konstruktif, melainkan proses mekanik.
e. aktivitas belajar didominasi oleh kegiatan menghafal dan latihan.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan teori behavioristik adalah ciri-cirikuat yang mendasarinya, yaitu sebagai berikut.
a. mementingkan pengaruh lingkungan.
b. mementingkan bagian-bagian.
c. mementingkan peranan reaksi.
d.  mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil belajar melalui prosedur stimulus respons.
e. mementingkan peranan kemampuan yang sudah terbentuk sebelumnya.
f. mementingkan pembentukan kebiasaan melalui latihan dan pengulangan.
g. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya perilaku yang diinginkan.
Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang menggunakan paradigma behavioristik akan menyusun bahan  pelajaran dalam bentuk yang sudah siap sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yang diikuti contoh-contoh, baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hierarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu keterampilan tertentu.Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat diukur dan diamati.Kesalahan harus segera diperbaiki.Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.Hasil yang diharapkan dari penerapan teori behavioristik ini adalah terbentuknya suatu perilaku yang diinginkan.Perilaku yang diinginkan dapat penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif.Evaluasi atau penilaian didasari atas perilaku yang tampak.
Kritik terhadap behavioristik adalah pembelajaran siswa yang berpusat pada guru, bersifat mekanistik, dan hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati dan diukur.Kritik ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori behavioristik mempunyai persyaratan tertentu sesuai dengan ciri yang dimunculkannya.Tidak setiap mata pelajaran bisa memakai metode ini sehingga kejelian dan kepekaan guru pada situasi dan kondisi belajar sangat penting untuk menerapkan kondisi behavioristik.
Metode behavioristik ini sangat cocok untuk perolehan kemampuan yang membutuhkan praktik dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleks, daya tahan, dan sebagainya. Contohnya, percakapan bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga, dan sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang dewasa; suka mengulangi dan harus dibiasakan; suka meniru; dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung, seperti diberi permen atau pujian.
Penerapan teori behavioristik yang salah dalam situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa. Misalnya, guru sebagai sentral, bersikap otoriter, komunikasi berlangsung satu arah, guru melatih, dan menentukan apa yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif,  perlu motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh para tokoh behavioristik justru dianggap metode yang paling efektif untuk menertibkan siswa.


RANGKUMAN
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Psikologi mengajar atau teori mengajar berisi tentang petunjuk bagaimana semestinya mengajar siswa pada usia tertentu, bila ia sudah siap belajar. Jadi pada teori mengajar terdapat prosedurdantujuanmengajar.
Aliran Psikologi Tingkah Laku Menurut Para Ahli :
1.    Teori Thorndike
Belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respons.Setiap respons menimbulkan stimulus yang baru, dapat digambarkan sebagai berikut.
S          R         S1        R1       dst.
Dari percobaan Throndike menghasilkan teori trial and error. Ciri-ciri belajar trial and error yaitu adanya aktivitas, adanya berbagai respons terhadap berbagai situasi, adanya eliminasi terhadap berbagai respons yang salah, dan adanya kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan. Dengan beberapa hukum :
a.       Hukum Kesiapan (Law Of Readiness)
Menerangkan bagaimana kesiapan seorang anak dalam melakukan suatu kegiatan.
b.      Hukum Latihan (Law Of Exercise)
Jika proses pengulangan sering terjadi, makin banyak kegiatan ini dilakukan maka hubungan yang terjadi akan bersifat otomatis.
c.       Hukum Akibat (Law Of Effect)
Bahwa kepuasan yang terlahir dari adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan bagi anak.

2.    Teori Skinner
Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Ganjaran  merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur. Kemudian terdapat penguatan positif dan negatif.
Prinsip Skinner antara lain sebagai berikut.
h.    Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa.
i.      Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
j.      Materi pelajaran menggunakan sistem modul.
k.    Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman.
l.      Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
m.  Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah.
n.    Proses pembelajaran menggunakan teknik shapping.

3.    Teori Ausubel
Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Ia membedakan belajar menemukan dengan belajar menerima dan berpendapat bahwa belajar menerima maupun menemukan sama-sama dapat berupa belajar menghafal atau bermakna.

4.    Teori Gagne
Menurut Gagne dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh langsung oleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tidak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan.

5.    Teori Pavlov
Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan atau conditioning. Hubungannya dalam kegiatan belajar mengajar agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan.


6.    Teori Bandura
Bandura mengemukakan bahwa siswa belajar itu melalui meniru. Pengertian meniru di sini bukan berarti menyontek, tetapi meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain, terutama guru.

7.    Aliran Latihan Mental
Yang mengemukakan bahwa struktur otak manusia terdiri atas gumpalan-gumpalan otot, agar ini kuat, maka harus dilatih dengan beban, makin banyak latihan dan beban yang makin berat,maka otot atau otak itu makin kuat pula.

Faktor-Faktor Psikologis dalam Belajar berupa motivasi, konsentrasi, organisasi, pemahaman, ulangan.
Beberapa kelebihan Teori Behavioristik, 1)Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar. 2)Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar madiri. 3)Mampu membentuk suatu perilaku yang diinginkan mendapatkan penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif yang didasari pada perilaku yang tampak.
Beberapa kekurangan Teori Behavioristik, 1) Sebuah konsekuensi bagi guru untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap. 2) Tidak setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode ini. 3) Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
Aplikasi Teori Behavioristik dalam pembelajaran menurut Suprijono (2009: 21) pada kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.1) Kegiatan belajar adalah kegiatan figuratif. 2) Belajar menekankan perolehan informasi dan penambahan informasi. 3) Belajar merupakan proses dialog imperatif, bukan dialog interaktif. 4) Belajar bukan proses organik dan konstruktif, melainkan proses mekanik. 5) aktivitas belajar didominasi oleh kegiatan menghafal dan latihan.


RANGKUMAN
Teori belajar behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Psikologi mengajar atau teori mengajar berisi tentang petunjuk bagaimana semestinya mengajar siswa pada usia tertentu, bila ia sudah siap belajar. Jadi pada teori mengajar terdapat prosedurdantujuanmengajar.
Aliran Psikologi Tingkah Laku Menurut Para Ahli :
1.    Teori Thorndike
Belajar merupakan peristiwa terbentuknya asosiasi-asosiasi antara peristiwa yang disebut stimulus dan respons.Setiap respons menimbulkan stimulus yang baru, dapat digambarkan sebagai berikut.
S          R         S1        R1       dst.
Dari percobaan Throndike menghasilkan teori trial and error. Ciri-ciri belajar trial and error yaitu adanya aktivitas, adanya berbagai respons terhadap berbagai situasi, adanya eliminasi terhadap berbagai respons yang salah, dan adanya kemajuan reaksi-reaksi mencapai tujuan. Dengan beberapa hukum :
a.       Hukum Kesiapan (Law Of Readiness)
Menerangkan bagaimana kesiapan seorang anak dalam melakukan suatu kegiatan.
b.      Hukum Latihan (Law Of Exercise)
Jika proses pengulangan sering terjadi, makin banyak kegiatan ini dilakukan maka hubungan yang terjadi akan bersifat otomatis.
c.       Hukum Akibat (Law Of Effect)
Bahwa kepuasan yang terlahir dari adanya ganjaran dari guru akan memberikan kepuasan bagi anak.

2.    Teori Skinner
Skinner menyatakan bahwa ganjaran atau penguatan mempunyai peranan yang amat penting dalam proses belajar. Ganjaran  merupakan respon yang sifatnya menggembirakan dan merupakan tingkah laku yang sifatnya subjektif, sedangkan penguatan merupakan sesuatu yang mengakibatkan meningkatnya kemungkinan suatu respon dan lebih mengarah kepada hal-hal yang sifatnya dapat diamati dan diukur. Kemudian terdapat penguatan positif dan negatif.
Prinsip Skinner antara lain sebagai berikut.
a.    Hasil belajar harus segera diberitahukan kepada siswa.
b.    Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
c.    Materi pelajaran menggunakan sistem modul.
d.   Dalam proses pembelajaran, tidak digunakan hukuman.
e.    Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
f.     Tingkah laku yang diinginkan pendidik, diberi hadiah.
g.    Proses pembelajaran menggunakan teknik shapping.

3.    Teori Ausubel
Teori ini terkenal dengan belajar bermaknanya dan pentingnya pengulangan sebelum belajar dimulai. Ia membedakan belajar menemukan dengan belajar menerima dan berpendapat bahwa belajar menerima maupun menemukan sama-sama dapat berupa belajar menghafal atau bermakna.

4.    Teori Gagne
Menurut Gagne dalam belajar matematika ada dua objek yang dapat diperoleh langsung oleh siswa, yaitu objek langsung dan objek tidak langsung. Objek tak langsung antara lain kemampuan menyelidiki dan memecahkan masalah, belajar mandiri, bersikap positif terhadap matematika dan tahu bagaimana semestinya belajar. Sedangkan objek langsung berupa fakta, keterampilan, konsep, dan aturan.

5.    Teori Pavlov
Pavlov mengemukakan konsep pembiasaan atau conditioning. Hubungannya dalam kegiatan belajar mengajar agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan.

6.    Teori Bandura
Bandura mengemukakan bahwa siswa belajar itu melalui meniru. Pengertian meniru di sini bukan berarti menyontek, tetapi meniru hal-hal yang dilakukan oleh orang lain, terutama guru.

7.    Aliran Latihan Mental
Yang mengemukakan bahwa struktur otak manusia terdiri atas gumpalan-gumpalan otot, agar ini kuat, maka harus dilatih dengan beban, makin banyak latihan dan beban yang makin berat,maka otot atau otak itu makin kuat pula.
Faktor-Faktor Psikologis dalam Belajar berupa motivasi, konsentrasi, organisasi, pemahaman, ulangan.
Beberapa kelebihan Teori Behavioristik, 1)Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar. 2)Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar madiri. 3)Mampu membentuk suatu perilaku yang diinginkan mendapatkan penguatan positif dan perilaku yang kurang sesuai mendapat penghargaan negatif yang didasari pada perilaku yang tampak.
Beberapa kekurangan Teori Behavioristik, 1) Sebuah konsekuensi bagi guru untuk menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap. 2) Tidak setiap mata pelajaran bisa menggunakan metode ini. 3) Murid berperan sebagai pendengar dalam proses pembelajaran dan menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pembelajaran Menurut Suprijono (2009: 21) pada kegiatan pembelajaran adalah sebagai berikut.1) Kegiatan belajar adalah kegiatan figuratif. 2) Belajar menekankan perolehan informasi dan penambahan informasi. 3) Belajar merupakan proses dialog imperatif, bukan dialog interaktif. 4) Belajar bukan proses organik dan konstruktif, melainkan proses mekanik. 5) aktivitas belajar didominasi oleh kegiatan menghafal dan latihan.




DAFTAR PUSTAKA

Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung : JICA-Universitas Pendidikan Indonesia.
Thobroni, M. 2015. Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. Budiningsih, Asri. 2012. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Bineka Cipta.Mahmud, M.Dimyati. 1990. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta : BPFE.

0 komentar:

Posting Komentar